Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dialog Dua Ulama Besar, Imam Malik dan Imam Syafi'i

Alfailmu.com - Ulama merupakan pewarisnya para Nabi. Masa kerasulan telah berakhir lebih dari 14 abad yang lalu, dan Rasulullah SAW sebagai nabi dan rasul terakhir tidak meninggalkan harta sebagai warisan, melainkan para ulama sebagai penerus dakwahnya.

Dialog Dua Ulama Besar, Imam Malik dan Imam Syafi'i
    Foto: liputanaceh.com

Para ulama inilah yang kemudian menjadi penerus lisan Rasulullah SAW dalam menyampaikan dakwah Islam. Namun, tetap saja perbedaan pendapat antar sesama ulama adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dari dulu hingga sekarang. Bahkan, terkadang perbedaan pendapat ini menjadi kisah agung dalam sejarah Islam itu sendiri, seperti dialog dua ulama besar berikut ini.

Imam Malik berpendapat bahwa sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab, cukup dengan tawakal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan memberikan rezeki, hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:

لو أنكم توكلتم على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا و تروح بطانا
Artinya: "Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang". (HR. Imam Ahmad, dll)

Adapun Imam Syafi'i berbeda dengan Imam Malik dalam hal ini, beliau mengatakan bahwa seandainya burung itu tidak keluar dari sangkarnya dan pulang kembali niscaya tidak akan mendapat rezeki, artinya ia telah melakukan usaha.

Masing-masing bertahan pada pendapatnya. Imam Malik mengambil potongan hadis "Niscaya kalian akan mendapatkan rezeki sebagaimana burung", sedangkan muridnya Imam Syafi'i mengambil sisi hadis "Kalau burung tidak keluar dari sangkarnya maka tidak akan mendapat rezeki ".

Imam Syafi'i ingin memperkuat argumennya untuk sang guru, maka beliau keluar meninggalkan Imam Malik dalam keadaan berfikir. Di tengah jalan beliau mendapatkan orangtua sedang memikul plastik yang berisi sesuatu yang berat, lalu Imam Syafi'i menawarkan diri untuk membawanya.

"Wahai paman, bolehkah aku membantumu?", ujar Imam Syafi'i. Lalu Imam Syafi'i pun memikul barang bawaan tersebut.

Tatkala sampai ke rumah orangtua itu, ia pun memberikan kepada Imam Syafi'i beberapa biji kurma sebagai balas jasa kebaikannya. Imam Syafi'i bahagia karena telah mendapatkan ide untuk menguatkan pendapatnya:

"Seandainya aku tidak membantu orangtua tadi, niscaya orangtua itu tidak akan memberikan kurma itu kepadaku".

Dengan penuh kegirangan, beliau pun bergegas menjumpai gurunya dengan membawa beberapa biji kurma tadi. Sesampainya di tempat Imam Malik, beliau pun meletakkan kurma tersebut di hadapan gurunya itu sembari menceritakan kisah yang terjadi.

Mendengar kisah yang diceritakan, Imam Malik pun tersenyum sambil mengambil kurma dan mencicipinya lalu mengatakan kepada Imam Syafi'i:

"Engkau telah membawa kurma ini kepadaku tanpa usaha dariku".

Berdasarkan kisah di atas, dapat dipahami bahwa hal mendasar yang menjadi perbedaan pada dialog antara Imam Malik dan Imam Syafi'i tersebut ialah pada cara memahami hadis, masing-masing mengambil hadis yang sama, namun dengan hasil ijtihad yang berbeda.

Dua-duanya benar, Imam Malik dengan pendapatnya, benar, sedangkan pendapat Imam Syafi'i pun benar. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan kisah tersebut. Hingga akhirnya muncul kaidah besar dalam sejarah Islam "الاختلاف بين العلماء رحمة" yang berarti 'perbedaan pendapat di kalangan ulama menjadi rahmat', tentu maksudnya bukanlah ulama kaleng-kaleng, lho.

Dari kisah dialog Imam Syafi'i dan Imam Malik di atas, dapat diambil pelajaran bahwa kita sebagai masyarakat awam dalam beragama cukup memilih mana pendapat yang lebih condong hati, tidak perlu ribut-ribut, apalagi sampai bertengkar, toh semuanya berdasarkan pendapat, iya, kan? (@ala_nu)