Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah: Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

Makalah Sejarah Pendidikan Islam tentang Pendidikan Islam di Indonesia

A. Latar Belakang

Alfailmu.com - Islam dilahirkan sebagai agama yang sempurna, yang menjadi rahmat bagi semesta alam dan juga Islam diturunkan untuk memperbaiki akhlak manusia yang mulai kehilangan kendalinya, yang mulai rusak dan melakukan kerusakan dimana-mana terutama kerusakan-kerusakan mental spiritual. Dan dalam proses perbaikan itu dalam Islam juga dikenal dengan pendidikannya.

Pendidikan Islam dari masa ke masa mengalami perubahan, mulai dari masa awal lahirnya, yaitu pada masa Rasulullah Saw, kemudian pada masa Khulafaurrasyidin, dan dilanjutkan masa-masa berikutnya, hingga Islam pun mengalami masa keemasan, kemunduran, dan perbaikan yang dikenal dengan masa pembaharuan. Dan disini yang akan kita bahas yaitu pendidikan islam di indonesia yaitu pada masa setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana keadaan pendidikan pra Islam di Indonesia?
  2. Bagaimana keadaan pendidikan Islam di Indonesia dari masa kerajaan sampai masa penjajahan?
  3. Apa saja kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda-Jepang dalam pendidikan Islam di Indonesia?


C. Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui keadaan pendidikan pra Islam di Indonesia.
  2. Untuk mengetahui keadaan pendidikan Islam di Indonesia dari masa kerajaan sampai masa penjajahan.
  3. Untuk melihat Apa saja kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda-Jepang dalam pendidikan Islam di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A. Masa Masuk Islam dan Berkembangnya Islam 

Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tetapi juga yang paling tidak jelas. Tampaknya para Pedagang Muslim sudah ada di sebagian wilayah Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama mapan dalam masyarakat lokal. Kapan, mengapa, dan bagaimana konversi penduduk Indonesia ini mulai terjadi telah diperdebatkan oleh beberapa Ilmuwan.

Dapat dipastikan bahwa Islam sudah ada di Negara Bahari Asia Tenggara sejak awal zaman Islam. Dari masa Khalifah ketiga, ‘Utsman (644-656 H), utusan-utusan muslim dari tanah Arab mulai tiba di Cina. Kontak-kontak antar Cina dan dunia Islam itu terpelihara terutama lewat jalur laut melalui perairan Indonesia . Karena itu, tidak aneh bila orang-orang Islam tamapak memainkan peran penting di tanah air.[1]

Berita Islam di Indonesia telah diterima sejak orang Venesia (Italia) yang bernama Macopolo singgah di Kota Perlak dan menerangkan sebagian besar penduduknya telah beragama Islam.[2] Sampai sekarang belum ada bukti tertulis tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia, namun banyak teori yang memperkirakannya. Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam sudah terjadi sejak abad ke-7 M. Ada yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke indonesia  di Jawa, dan ada yang mengatakan di Barus. Ada yang berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui pesisir Sumatra.[3]

Para saudagar Muslim asal Arab, Persia, dan India ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M yang berlayar ke Asia Timur melalui selat Malaka singgah di Pantai Sumatra Utara untuk mempersiapkan air minum, makanan, dan perbekalan lainnya. Mereka yang singgah di pesisir Sumatra Utara membentuk masyarakat Muslim, dan mereka menyebarkan Islam sambil berdagang. pada perkembangan berikutnya terjalinlah hubungan perkawinan dengan penduduk pribumi atau menyebarkan Islam sambil berdagang.[4]

Ada dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah dan Timur Jauh sejak dahulu kala, yaitu :
1) Faktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan Timur Tengah menuju Tiongkok, melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.
2) Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa bangsa lain, misalnya : rempah-rempah.[5]

1. Zaman Kerajaan Islam di Aceh
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Pasee atau Kerajaan Samudera di daerah Aceh yang berdiri pada abad ke-10 M dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua Al-Malik As-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/abad ke-15 H).

Pada tahun 1345 M Ibnu Batutah dari Maroko, mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pasee pada zaman Al Malik al Zahir, keadaan di kerajaan Pasee itu, dimana rajanya sangat alim dalam ilmu agama dam Mazhab Syafi’I, mengadakan pengajian sampai waktu Ashar serta fasih berbahasa Arab. Cara hidupnya sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku di zaman Kerajaan Pasee sebagai berikut :
1) Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat aialah fiqh Mazhab Syafi’i.
2) Sistem pendidikannya secara informal berupa Majelis Ta’lim dan Halaqah.
3) Tokoh pemerintah merangkap sebagai Ulama.
4) Biaya pendidikan agama bersumber dari Negara.

Dari Pasee dan Perlak ini, da’wah Islam disebarkan ke negri Malaka, Sumatra Barat, dan Jawa Timur.[6]

2. Awal Islam di Jawa
Islam untuk pertama kali masuk di Jawa pada abad 14 M (tahun 1399 M) dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik.[7] Pada zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah Kerajaan Majapahit. Salah seorang istr raja Majapahit  beragama Islam yang bernama Putri Campa, hal itu sangat berfaedah bagi da’wah Islam. Ternyata Putri tersebut melahirkan putra bernama Raden Fatah yang menjadi raja Islam pertama di Jawa (Demak).

Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih mantap dengan adanya pimpinan yang tersebut Walisongo (Sembilan tokoh pemimpin dakwah Islam di Jawa).[8] Para Walisongo adalah orang-orang saleh yang tingkat takwanya kepada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ilmu tasawufnya, ada seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer secara langsung. Semuanya diabadikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.

Selanjutnya agama Islam menyebar ke seluruh kawasan tanah air dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti, Kerajaan Islam di Maluku dengan raja pertamanya Sultan Ternate yang bernama Marhum (1465-1486 M), Kerajaan Islam di Kalimantan, dan Kerajaan Islam di Sulawesi yaitu Kerajaan Kembar Gowa  Tallo dengan raja pertamanya yang bernama I. Mallingkaang Daeng Manyonri yang kemudian berganti dengan Sultan Abdullah Awwalul Muslim, dan lain-lain.[9]

B. Berbagai Kebijakan Pemerintah Belanda Dalam Bidang Pendidikan

Penaklukan bangsa Barat atas dunia Timur dimulai dengan jalan perdagangan, kemudian dengan kekuasaan militer. Selama penjajahan Barat ini berjalanlah proses westernisasi Indonesia. Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk memakmurkan bangsa yang dijajah. Begitu juga dibidang pendidikan mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah.[10]

Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogomo. Pada zaman asultan Islam ini hitungan tahun Saka diasimilasikan menjadi tahun hijriyah dan berlaku di seluruh negara.

Pangeran Diponegoro alias Sultan Agung Mataram adalah tokoh politik, militer, dan ulama. Dari pakaiannya berjubah dan bersurban jelas sebagai tokoh agama. Pada masa itu kehidupan agama erat sekali dengan kehidupan kenegaraan. Pimpinan Negara adalah tokoh ulama. Keadaan semacam ini juga terjadi di daerah lain seperti di Minagkabau dengan Imam Bonjol dan di Aceh dengan Tengku Chik Di Tiro.[11]

Setelah Belanda dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari tokoh-tokoh politik dan agama yaitu Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Tengku Chik Di Tiro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin dan lain-lain, maka sejarah kolonialisme din Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda secara politik sudah data menguasai Indonesia. Raja-raja di daerah masih ada, tetapi tidak berkuasa penuh. Dengan demikian maka semua kekuasaan baik politik maupun ekonomi dan sosial budaya sudah berada di tangan penjajah. Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama  sesuai dengan prinsip-prinsip kolonialisme, westerenisasi dan kristenisasi.

Sejak dari zaman VOC kedatangan mereka si Indonesia sudah bermotif ekonomi, politik dan agama. Ketika Van den Bos menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja  dianggap diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Dan di tiap Keresidenan didirikan sebuah sekolah Kristen.

Gubernur  Jenderal Van den Capellen pada tahun 1819 M, mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda. Pendidikan agama Islam yang ada di Pondok Pesantren, Mesjid, Mushala, dan lain sebagainya  dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf Latin.

Pada tahun 1882 M pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut Priesterraden.[12] Atas nasehat dari badan inilah maka pada tahun 1905 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajian harus minta izin lebih dahulu. Pada tahun-tahun itu memang sudah terasa adanya ketakutan dari pemerintah Belanda terhadap kemungkinan kebangkitan pribumi, karena terjadinya peperangan antara Jepang melawan Rusia yang dimenangkan oleh Jepang.

Pada tahun 1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam yaitu bahwa tidak semua Kyai boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam seperti Muhammadiyah, Partai serikat Dagang Islam, Al-Irsyad, Nahdhatul Watan, dan lain-lain. Pada tahun 1932 M keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah.

Jika kita melihat peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang demikian ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktivitas madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam tempo yang tidak lama, pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda. Akan tetapi apa yang dapat disaksikan sejarah adalah keadaan yang sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air bah yang sulit dibendung. Dibendung disini, meluap disana.

Jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik. Para Ulama dan Kyai bersikap non-cooperative dengan Belanda. Mereka mengharamkan kebudayaan yang dibawa oleh Belanda dengan berpegang kepada hadis Nabi SAW, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia dari kaum tersebut”, (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban). Mereka tetap berpegang kepada ayat Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah orang Yahudi dan Nashrani engkau angkat sebagai pemimpinmu”.[13]

C. Berbagai Kebijakan Pemerintah Jepang Dalam Bidang Pendidikan

Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah Hindia Belanda dalam perang dunia ke II. Mereka menguasai Indonesia pada tahun 1942 M. Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-seakan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang dunia ke II.

Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain :
  1. Kantor urusan agama yang sebelumnya dipimpin oleh orang-orang Orientalis Belanda diubah oleh pihak Jepang dan dipimpin oleh Ulama Islam sendiri.
  2. Pondok Pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
  3. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
  4. Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah untuk memberikan latihan kemiliteran bagi pemuda Islam yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin.
  5. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta.
  6. Para Ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis  diizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air  (PETA).
  7. Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.

Maksud dari pemerintah Jepang adalah supaya kekuatan umat Islam dan Nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Perang dunia ke II menghebat dan tekanan pihak sekutu kepada Jepang makin berat. Beberapa tahun menjelang berakhirnya perang itu tampak semakin jelas betapa beratnya Jepang menghadapi musuh dari luar dan oposisi dari rakyat Indonesia sendiri. Dari segi militer dan sosial politik di Indonesia Jepang menampakkan diri sebagai  penjajah yang sewenang-wenang dan lebih kasar dari penjajah Belanda.

Kekayaan bumi Indonesia dikumpulkan secara paksa untuk membiayai perang, sehingga rakyat menderita kelaparan an hamper telanjang karena kekurangan pakaian. Disamping itu rakyat dikerahkan kerja keras (Romusha) untuk kepentingan perang. Karena itu, timbullah pemberontakan-pemberontakan dari berbagai kalangan masyarakat, baik dari kalangan Nasionalis dan Para Alim Ulama. Banyak para Kyai yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Jepang.

Dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-murid sekolah tiap hari hanya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti, bernyanyi dan lain sebagainya. Yang masih agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan dengan agak wajar.[14]

BAB  III PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengenai kapan dan dimana pertama islam dating ke Indonesia, para Sejarawan berbeda pendapat. Kebanyakan para ahli sejarah setuju menetapkan islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad ke-7 M. Namun, yang jelas dan pasti, Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Para pedagang-pedagang Islam dari Arab dan Gujarat menjadikan Indonesia sebagai tempat persinggahan untuk menuju ke Cina. Dari karena itu, percampuran budaya pun mulai terjadi, diantaranya ialah melalui pernikahan.

Islam pada awalnya mulai berkembang ditengah-tengah kerajaan Hindu dan Budha yang telah terlebih dulu hadir. Seterusnya maju dan berkembang pesat sampai ke masa penjajahan Belanda-Jepang. Pada masa pemerintahan Belanda-Jepang, oleh pihak penjajah banyak menetapkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan Islam di Indonesia. Dengan tujuan agar pendidikan di tanah air tidak maju, hanya sebatas untuk bisa membantu mereka dalam pemerintahan. 

Kenyataan yang tak dapat dipungkiri, di dalam tekanan pemerintahan penjajah melalui kebijakan-kebijakannya, pendidikan Islam terus  maju dan berkembang dengan begitu pesat. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air bah yang sulit dibendung. Dibendung disini, meluap disana. Jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik.

B. Saran 

Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan landasan kajian ilmu, maka kepada para pembaca agar melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevansi kajian ilmu yang akurat. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian, terima kasih.

Daftar Referensi:

  1. M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern. (Jakarta: PT. Serambi Islam Semesta. 2005), h. 27
  2. Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Global Pustaka Utama. 2004), h. 111
  3. Dja’far Sanusi, Sejarah kebudayaan Islam. (Semarang: Wicaksana. 1993), h. 75
  4. Mansur dan Mahfud, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Dep. Agama RI. 2005), h. 41-42
  5. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam. (Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008), h. 130
  6. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 135-136
  7. Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. (Medan: CET. 1963), h. 212
  8. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 138
  9. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 142-145
  10. Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia . . . , h. 247
  11. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 147
  12. Mubangid, Diktat Kuliah: Sejarah Pendidikan Islam
  13. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 150
  14. Zuhairini, dkk, Sejarah  Pendidikan Islam . . . , h. 151-152