Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keistimewaan Islam: Menerima Kebenaran Sekalipun dari Anak Kecil

Alfailmu.com - Agama Islam adalah agama yang sempurna dan adil terhadap pihak dalam menyampaikan ilmu. Sehingga menjadi satu karakter seorang muslim adalah tidak membedakan siapa saja yang menyampaikan kebenaran, sekalipun kebenaran dari anak kecil.

Islam: menerima kebenaran sekalipun dari anak kecil

Karena salah satu keistimewaan umat ini, yakni Umat Nabi Muhammad SAW ialah dapat menerima kebenaran dari siapa saja, sekalipun dari anak kecil.

Berbeda dengan umat-umat sebelumnya, maka apabila orang tua salah tidak ada yang berani menyanggahnya sehingga terus-menerus salah dalam mengamalkan syariat.

Keistimewaan Islam: Menerima Kebenaran Sekalipun dari Anak Kecil

Ada satu kisah yang terjadi pada masa Al-‘Allamah Syeikh Man’usy Al-Maghrabi dalam belajarnya beliau mendapatkan satu “kemusykilan” (permasalahan).

Waktu itu hadir pula pada majelis tersebut para ulama dari kalangan pembesar empat mazhab. Syeikh menyampaikan kemusykilannya pada satu kalam Imam Syafi’i yang berbunyi:

إِذَا دَخَلَ شَرْطٌ عَلَى شَرْطٍ فَلَا يُوْجِبُ الْحُكْمُ إِلَّا بِتَقْدِيْمِ الْمُؤَخَّرِ

Artinya: Apabila masuk satu syarat pada syarat yang lain maka tidak jatuh hukumnya melainkan dengan mendahulukan yang terakhir.

Contohnya dalam kalimat:

إِنْ كَلَّمْتِ إِنْ دَخَلْتِ الدَّارَ فَأَنْتِ طَالِقٌ

Artinya: “Jika kamu (wanita) berkata, jika kamu masuk rumah, niscaya kamu jatuh talak. Maka talaknya hanya jatuh apabila wanita tadi masuk rumah.”

Syeikh melanjutkan:
“Yang seperti ini belum pernah kita temukan sebagai dalil dalam perkataan Orang Arab.” 

Nah, tiba-tiba Hamdan, seorang anak kecil menyanggah dan berkata:
“Apa yang diucapkan oleh Imam Syafi’i tersebut adalah benar”.

Maka seketika orang yang menghadiri majelis ilmu tersebut memarahi Hamdan karena ia masih kecil.  Kemudian, Syeikh berkata:
“Biarkan Hamdan berbicara, karena sesungguhnya tidak ada perbedaan antara kita dan dia dalam menyampaikan kebenaran, sekalipun ia masih kecil.”

Kemudian, syeikh berpaling kepada Hamdan seraya berkata:
“Katakan apa yang kamu ketahui!”.

Maka Hamdan berkata:
“Apa yang engkau sebutkan tadi dari kalam Imam Syafi'i terdapat dalam satu syair Arab dalam nazham bahrul basith:
إِنْ يَسْتَغِيْثُوْا بِنَا إِنْ يَذْعَرُ يَجِدُوْا # مِنَّا مَعَاقِدَ عَزِزِ اَنَّهَا كَرُمَ
Dalam potongan syair di atas menunjukkan terhadap "Apabila masuk satu syarat pada syarat..", yaitu kata "إِنْ يَسْتَغِيْثُوْا" (sebagai kalimat syarat pertama) dan kata "إِنْ يَذْعَرُ" (sebagai kalimat syarat kedua). 

Hamdan melanjutkan penjelasan dengan katanya:

"Maka sesungguhnya mohon pertolongan itu dibutuhkan setelah ketakutan, bukan sebelumnya. Sehingga telah benar lah apa yang diucapkan oleh Imam Syafi’i di atas serta ada buktinya ada dalam perkataan Orang Arab.”

Akhirnya, Syeikh Man’usy tersenyum dan merasa puas dengan jawaban tersebut, beliau berkata:
“Kamu benar, wahai anakku!”.

Syeikh Hamdan berkata:
“Sebenarnya aku tidak mampu menjawab permasalahan tersebut, tetapi Imam As-Syafi’i-lah yang telah menggerakkan lidahku.” Subhanallah

Begitulah keistimewaan Islam, Begitu pula adab dan akhlak orang Islam yang berilmu tetap dan tidak malu menerima kebenaran walaupun dari lisan orang lain, sekalipun dari lisan anak kecil. 

Sumber:
Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Syarh Muraqi al-'Ubudiyah, (Surabaya: Al-Haramain, t.th), h. 4