Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketentuan Melihat Hilal Ramadhan serta Kewajiban Berpuasa

Alfailmu.com - Rukyatul hilal atau melihat hilal merupakan salah satu hal yang menjadi sebab kewajiban puasa Ramadan. Artinya setiap orang yang melihat hilal wajib atas dirinya berpuasa, dan saat dia memberikan kesaksian serta diputuskan oleh hakim maka wajib atas semua muslim untuk berpuasa.

Ketentuan Melihat Hilal Ramadhan serta Kewajiban Berpuasa

Meskipun demikian, selain beberapa hal yang telah kami sebutkan pada artikel seelummya, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam melihat hilal ini serta kewajiban berpuasa karenanya. Berikut keterangannya!

Tidak boleh menerima kesaksian rukyatul hilal dari ahli perbintangan

Salah satu yang mewajibkan puasa adalah adanya berita dari seseorang tentang munculmnya hilal Ramadan, dengan syarat orang tersebut dapat dipercaya. Dengan demikian, ketentuannya ialah berita rukyatul hilal dari Munjim (pakar perbintangan) tidak mewajibkan puasa Ramadhan, bahkan tidak boleh berpuasa bagi orang lain karena beritanya.

Munjim atau ahli perbintangan sendiri adalah orang yang menyakini meyakini bahwa awal bulan ditandai dengan munculnya bintang Falani.

Meskupun demikian, atas munjim sendiri tetap diwajibkan berpuasa dengan mengamalkan penglihatannya, begitu juga wajib bagi mereka yang mempercayainya. Sama hal dalam salat, saat ia meyakini telah masuk waktu, maka ia salat dengan mengamalkan kayakinannya.

Sebagaimana Munjim, berita dari si Hasib juga tidak diterima kesaksiannya dalam melihat hilal Ramadan. Hasib adalah orang yang menentukan awal bulan dengan berpegang pada hitunghan rotasi bulan.

Begitu juga tidak pengaruh tentang kewajiban berpuasa Ramadan dengan berita rukyatul hilal dari orang yang bermimpi mengetahui hilal. Misalnya seseorang berkata, “Rasulullah Saw mengabariku dalam mimpi bahwa malam ini adalah awal Ramadan.”

Berita tentang datangnya awal Ramadan dari orang bermimpi tadi tidak berpengaruh terhadap kewajiban berpuasa karena tidak adanya ukuran/patokan dari si pemimpi pada melihat hilal, bukan karena meragukan mimpinya.

Hilal di daerah tertentu juga hilal bagi daerah di sekitarnya

Masalah yang serding terjadi dalam melihat hilal adalah tidak meeratanya muncul hilal di semua daerah, sebagian daerah terlihat hilal, sementara daerah yang lain tidak. Dengan begitu ketentuannya adalah saat terlihat hilal di satu daerah, maka hukum terlihatnya hilal juga berlaku untuk daerah yang berdekatan dengannya.

Menurut para ulama ahli falak, kedekatan antara dua daerah ini bisa dilihat dari samanya tempat terbit dan terbenamnya matahari dan bulan seandainya keduanya terbit dan terbenam di waktu yang bersamaan.

Sementara menurut para fuqaha (Ulama Fiqih), kedekatan dua derah dilihat dari jarak keduanya yang tidak melebihi 24 farsakh (128 Km, dengan perhitungan 1 farsakh = -+ 8 Km) terhitung dari segala pejuru. 

Kewajiban puasa dengan hilal di masing-masing daerah

Ketentuan terakhir dari hilal adalah berlakunya Kewajiban puasa dengan hilal di masing-masing daearah. Seandainya seseorang dari daerah A yang sudah terlihat hilal Syawal (Hari Raya) pergi ke daerah B yang jauh dari dearah asalnya.

Di daerah B, ia melihat orang-orang di saana masih berpuasa hari terakhir Ramadan, sementara di tempat asalnya A sudah berhari raya Idul Fitri, maka ia wajib berpuasa lagi sekalipun puasanya telah penuh 30 hari karena ia telah menjadi bagian dari daerah tersebut dalam puasanya.

Hal serupa juga berlaku sebaliknya, saat seseorang dari daerah A masih berpuasa di akhir Ramadan pergi ke daerah B yang sudah terlihat hilal Syawal, maka ia berhari raya bersama penduduk daerah B, dan ia mengqadha satu hari yang kurang bila puasanya baru 28 hari, tetapi bila ia sudah berpuasa 29 hari di tempat asalnya (wilayah A), maka tidak perlunya mengqadhanya lagi.