Kafarat bagi Orang yang Berjimak di Siang Hari Ramadhan
Barangsiapa sengaja tak berpuasa atau melakukan jimak pada siang hari di bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar kafarat-menurut mazhab Hanafi dan Maliki, tidak menurut mazhab lainnya-, yaitu memerdekakan seorang budak (yang beriman-menurut Jumhur-, meski tak beriman-menurut mazhab Hanafi-).
Kalau seseorang tak mampu, hendaknya ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak sanggup, hendaknya ia memberi makan enam puluh orang miskin. Sedangkan dalam qadha Ramadhan, tidak ada kafarat gara-gara membatalkan puasa atau berjimak.
Menurut jumhur, barangsiapa tak berpuasa di bulan Ramadhan karena suatu penyakit lalu ia mati akibat penyakit itu, atau ia tak berpuasa karena sedang bepergian lalu ia mati dalam perjalanannya, maka tidak ada tanggungan apa pun atasnya.
Barangsiapa meninggal sementara ia punya tanggungan puasa Ramadhan, maka tak seorang pun yang boleh mengqadhakan puasa itu untuknya.
Kata Malik, Syafi’i, dan Abu Hanifah: Seseorang tak boleh berpuasa atas nama orang lain, dengan dalil firman Allah Ta’ala:
“... Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain ...” (QS. al-An’aam: 164)
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39)
Dalil lainnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari Ibnu Abbas dari Nabi Muhammad Saw, bahwa beliau bersabda:
لا يصلى أحد عن أحد ولا يصوم أحد عن أحد ولكن يطعم عنه مكان كل يوم مدا من حنطة
Artinya: “Seseorang tidak boleh mewakili orang lain shalat, dan tidak boleh pula mewakilinya berpuasa; melainkan hendaknya ia mewakilinya memberi makan orang miskin sebanyak satu mudd gandum untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.”
Sedangkan Ahmad berpendapat bahwa Wali dianjurkan berpuasa atas nama orang mati apabila ia meninggal setelah mampu mengqadha, karena tindakan demikian lebih menjamin terbebasnya tanggungan orang yang mati itu.
Wali juga dianjurkan berpuasa atas namanya apabila puasa itu adalah puasa nazar. Dalilnya adalah hadits riwayat Muslim dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
من مات وعليه صيام صام عنه وليه
Artinya: “Barangsiapa meninggal dunia sementara ia punya tanggungan puasa, maka hendaknya walinya berpuasa atas namanya.”
Sabda ini mencakup segala puasa, dan ini dipersempit cakupannya dengan hadits yang juga diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas, katanya: Seorang wanita menghadap Rasulullah Saw lalu bertanya:
“Wahai Rasulullah, ibu saya meninggal dunia sementara ia punya tanggungan puasa nazar, apakah saya boleh berpuasa atas namanya?”
Beliau Saw bersabda, “Menurutmu, kalau ibumu punya utang lalu kau mewakilinya melunasi utang itu, apakah utangnya menjadi lunas?”
Wanita itu menjawab, “Ya.” Beliau bersabda. “Kalau begitu, berpuasalah atas nama ibumu.” (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)