Doa dan Amalan-Amalan saat Melaksanakan Haji
Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah ayat 198, yaitu:
.... فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
Artinya: “Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah: 198)
Potongan firman Allah dalam ayat 198 Surah Al-Baqarah di atas ialah mendorong agar kita berzikir dengan menyebut Allah di banyak tempat pada musim haji: di Masy’aril Haram, pada hari-hari Mina, dan sesudah menyelesaikan amalan-amalan haji.
Hal itu terlaksana dengan doa dan talbiah di Masy’aril Haram, dengan tahlil dan takbir di Mina, dan dengan istigfar dan doa di Arafah dan sesudah bertolak dari sana serta sesudah selesai dari amalan-amalan haji.
Tujuannya adalah agar hubungan dengan Allah menjadi kuat, dan juga agar rasa takut kepada Allah senantiasa melekat di dalam hati seorang muslim tatkala ia beribadah kepada Allah atau sewaktu ia berinteraksi dengan sesama manusia.
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Nubaisyah al-Hudzali yang berbunyi begini:
أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر
Artinya: “Hari-hari Tasyriq adalah waktu untuk makan, minum, dan berzikir.”
Menurut sebagian ulama, perintah yang pertama adalah perintah untuk berzikir di Masy’arilharam, perintah yang kedua adalah perintah untuk berzikir dengan dasar keikhlasan.
Sedang yang ketiga adalah perintah agar terus berzikir seperti menyebut-nyebut kejayaan dan kebaikan para leluhur yang dulunya menjadi kebiasaan sesudah haji pada masa fahiliyah, bahkan zikir itu mesti lebih banyak daripada penyebutan keluhuran para leluhur tersebut.
Lafal zikir dan doa yang paling sempurna, yang disebutkan dalam ayat-ayat ini, adalah yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat, yang termasuk salah satu doa yang lengkap yang seorang mukmin diperintahkan untuk banyak mengucapkannya, yaitu doa ini:
“Ya Tuhan kami,berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas, katanya: Doa yang paling sering diucap- kan oleh Nabi Saw adalah doa ini:
“Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam hadis shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw. menunaikan shalat zhuhur dan ashar pada hari Arafah dengan cara jama’ taqdim disertai khutbah seperti khutbah Jum’at dan beliau mengerjakan shalat maghrib dan isya di Muzdalifah dengan cara jama ta’khiir dengan satu adzan dan dua iqamah.
Sedangkan Imam Malik berkata: Beliau mengerjakan dua shalat itu dengan dua adzan dan dua iqamah. Mabit (bermalam) di Muzdalifah bukan termasuk rukun haji menurut jumhur.
Imam Malik berkata: Wukuf (berhenti/mampir) di sana wajib hukumnya, dan dalam hal ini cukuplah tempo yang sama dengan waktu untuk menurunkan barang-barang dari kendaraan, menjamak dua shalat, dan menyantap sedikit makanan dan minuman.
Bermalam di sana hukumnya sunnah mu’akkadah; barangsiapa tidak bermalam di sana maka ia harus membayar dam, dan barangsiapa berada di sana pada sebagian besar malam maka ia tidak terkena denda apa pun.
Madzhab Hanafi berkata: Wajib wukuf (singgah) di Muzdalifah meskipun hanya sekejap sesudah fajar; meski hanya sambil lewat, sama seperti wukuf di Arafah.
Namun disunahkan bermalam di sana. Madzhab Syafi’i berkata: Mengenai bermalam di Muzdalifah, cukup dengan berada di sana meski hanya sekejap setelah tengah malam.
Sedangkan mazhab Hambali berkata: Bermalam di Muzdalifah wajib hukumnya hingga setelah lewat tengah malam. Barangsiapa tidak melakukannya maka ia harus membayar dam. Menurut semua madzhab di atas, yang wajib dalam fidyah atau dam adalah kambing.
Dalil wajibnya wukuf di Muzdalifah adalah hadits Urwah bin Mudharris di atas:
“Barangsiapa ikut menunaikan shalat ini (shubuh) bersama kami kemudian ia wukuf bersama kami hingga kami bertolak dari sini, sementara sebelumnya ia telah bertolak-dari Arafah-pada malam maupun siang hari, maka telah sempurnalah hajinya.”
Jamaah haji menghentikan bacaan talbiah seiring dengan lemparan pertama di famrah Aqabah, menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan menurut riwayat yang masyhur dari Malik bacaan talbiah dihentikan setelah matahari condong ke barat pada hari Arafah.
Dalil jumhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari al-Fadhl bin Abbas: Rasulullah Saw terus bertalbiah hingga beliau melontar famrah Aqabah.
Tahalul ashghar terwujud dengan melempar jamrah Aqabah, bercukur; dan menyembelih kurban. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Daraquthni dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
إذا رميتم وحلقتم وذبحتم فقد حل لكم كل شيء إلا النساء وحل لكم الثياب والطيب
Artinya: “Apabila kalian sudah melempar jamrah Aqa- bah, bercukur, dan menyembelih kurban, berarti telah halal segala sesuatu bagi kalian, kecuali perkara yang ffienyangkut wanita (iimak dan sejenisnya), dan telah halal bagi kalian pakaian dan wewangian.”
Dengan kata lain, tahalul ashghar tercapai dengan mengerjakan dua dari tiga perkara: melempar jamrah Aqabah, bercukur dan thawaf Ifadhah. Adapun tahalul akbar adalah thawaf Ifadhah, dan inilah yang menghalalkan wanita dan semua larangan-larangan ihram. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)