Kandungan Fiqih Surah al-Baqarah ayat 174-176

Kandungan Fiqih Surah al-Baqarah ayat 174-176

Penyembunyian kebenaran, pemalsuan fakta, dan masuk ke dalam kebatilan secara mendalam merupakan sebab-sebab bagi berbagai macam azab.

Perselisihan dalam pokok-pokok agama akan menghancurkan agama itu seluruhnya. Oleh sebab itu Allah memerintahkan kaum mukminin agar bersatu pada satu jalan: yaitu manhaj rabbani. Allah Ta’ala berfirman:

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah!, jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan- Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’aam: 153)

Allah Swt juga memperingatkan kaum mukminin agar tidak berpecah belah menjadi berbagai golongan dalam hal akidah dan pokok-pokok agama, firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah dalam golongan-golongan), sedikitpun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah, kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. al-An’aam: 159)

Adapun perselisihan dalam pemahaman, ijtihad dalam menyimpulkan hukum-hukurn syar’i dari nas-nas, dan berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidaklah tercela, bahkan masing-masing mujtahid (baik yang keliru maupun yang benar pendapatnya) malah mendapat pahala.

Negara bisa saja memilih, di antara berbagai pendapat basil ijtihad itu, salah satu yang relevan dengan zaman dan merealisaslkan maslahat umat secara umum, karena tindakan penguasa terhadap rakyatnya tergantung kepada maslahat, yakni maslahat umum. 

Perselisihan dalam pemahaman ini tidak mengakibatkan terpecahnya persatuan umat, dan tidak menimbulkan perselisihan yang timbul dari perbedaan dalam pokok-pokok syariat Tuhan.

Allah mengancam manusia atas tiga hal: penyembunyian kebenaran, perdagangan agama, dan perselisihan yang fundamental dalam pokok-pokok agama.

Penyembunyian kebenaran berakibat masuk neraka dan mendapat azab yang terus-menerus serta tidak memperoleh ampunan, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala tentang para ulama Yahudi yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah di dalam Taurat tentang ciri-ciri Muhammad Saw dan kebenaran kerasulannya.

Memperdagangkan agama juga mengakibatkan masuk neraka. Dan sungguh mengherankan, sejumlah manusia tahan dengan azab Allah yang sangat berat. Alangkah beraninya mereka terhadap neraka, dengan melakukan perbuatan yang akan memasukkan mereka ke dalamnya.

Azab yang layak bagi mereka itu adalah bentuk keadilan dan kebenaran, dan Allah tidak menurunkan Al-Qur’an ini kecuali dengan membawa kebenaran, agar manusia mengimaninya, menyebarkannya, dan tunduk kepadanya.

Adapun perselisihan yang fundamental dalam agama menimbulkan perpecahan dan perselisihan, menghalangi terwujudnya persatuan.

Buktinya, kaum Yahudi dan Nasrani yang berselisih tentang Taurat: kaum Nasrani mengklaim bahwa di dalamnya ada ciri Nabi Isa, tapi kaum Yahudi mengingkarinya, atau bahwa mereka mengubah ciri Muhammad Saw yang ada di dalam Taurat.

Perselisihan yang sengit akan terus ada di antara mereka. Allah memberitakan tentang orang-orang yang menyembunyikan dan menjual kitab Allah dengan empat berita: pertama, mereka tidak menelan ke dalam perut mereka kecuali api neraka.

Kedua, Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat; ketiga, Dia tidak akan menyucikan mereka, yakni tidak akan menerima amal-amal mereka dan tidak akan memuji mereka; keempat, mereka mendapat azab yang pedih.

Dengan ini menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala, “karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran” adalah Al-Qur’an: Allah menurunkannya dengan membawa kebenaran dan hujjah yang ampuh.

Dan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya “dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al-Kitab itu” yakni Taurat, tapi ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah Al-Qur’an, dan “orang-orang yang berselisih” adalah kaum kafir Quraisy, di mana sebagian dari mereka mengatakan “Itu adalah sihir”

Dan sebagian yang lain berkata “Itu hanyalah dongeng orang-orang terdahulu”, dan sebagian lain berkata “Itu hanyalah rekaan-rekaan Muhammad saja”. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)