Hukum Sembelihan Hewan yang Menyebut Nama Selain Allah
Berdasarkan keterangan firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 173, yaitu:
اِÙ†َّÙ…َا ØَرَّÙ…َ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الْÙ…َÙŠْتَØ©َ ÙˆَالدَّÙ…َ ÙˆَÙ„َØْÙ…َ الْØ®ِÙ†ْزِÙŠْرِ ÙˆَÙ…َآ اُÙ‡ِÙ„َّ بِÙ‡ٖ Ù„ِغَÙŠْرِ اللّٰÙ‡ِ ۚ
Artinya: “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. . . .” (QS. Al-Baqarah: 173)
Sekilas dapat dipahami bahwa sembelihan hewan yang mneyebut nama selain Allah tidak halal dimakan. Nah, lebih rincinya sebagai berikut keterangan para Ulama!
Tentang hewan yang disembelih untuk selain Allah (yakni pada saat disembelih disebutkan selain nama Allah Ta’ala), yaitu sembelihan orang Majusi yang menyembelih untuk api.
Juga penyembah berhala yang menyembelih untuk berhalanya, dan orang ateis yang menyembelih untuk dirinya sendiri, adalah haram, dengan kesepakatan para ulama.
Apakah ini mencakup sembelihan kaum Nasrani yang mereka sebutkan nama al-Masih pada saat menyembelihnya sehingga hukumnya haram.
Ataukah tidak mencakupnya sehingga tidak haram, melainkan ini hanya khusus berkenaan dengan hewan yang disebutkan nama berhala ketika disembelih?
Menurut jumhur ulama, ia haram. Sedangkan Atha’, Makhul, al-Hasan, asy-Sya’bi, Sa’id ibnul Musayyab, dan Asyhab (dari mazhab Maliki) berpendapat bahwa Ia tidak haram.
Sebab musabab perbedaan pendapat mereka adalah “kontradiksi “ antara ayat “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu” (QS. al-Maa’idah: 5) dan ayat 173 Surat Al-Baqarah ini.
Jumhur memandang bahwa ayat ini mengkhususkan ayat al-Maa’idah. Maknanya, “Makanan (sembelihan) orang-orang Ahli Kitab itu halal bagi kalian asalkan tidak disebutkan nama selain Allah pada saat menyembelihnya.”
Maka, sembelihan Ahli Kitab menjadi haram kalau disebutkan nama Al-Masih ketika menyembelihnya. Adapun kelompok minoritas memandang sebaliknya.
Maknanya, “Dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, kecuali yang disembelih oleh Ahli Kitab.” Jadi, sembelihan Ahli Kitab boleh dimakan secara mutlak. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)