Amfibi: Hewan yang Hidup di dua Tempat, Halal atau Haram?
Firman Allah Ta’ala dalam QS. al-Baqarah Ayat 172-173 ialah bicara tentang makanan yang halal dan yang haram. Sebab Allah memerintahkan hamba-Nya untuk hanya memakan (menkonsumsi) makanan yang halal dan menjauhi yang haram.
Oleh para ulama merincikan dengan terang terkait dengan hewan yang halal dimakan dan yang haram, baik itu hewan yang hidup di darat maupun hewan yang hidup di air/laut. Terus, bagaimana dengan amfibi yang hidup di dua tempat, darat dan air?
Adapun hewan yang hidup di dua alam (di darat dan di air) seperti katak, kura-kura, kepiting, ular, buaya, anjing laut, dan sebagainya ... ada tiga pendapat tentangnya:
Pertama, mazhab Hanafi dan Syafi’i: tidak boleh dimakan, karena ia termasuk hewan yang buruk, juga karena ular beracun, di samping karena Nabi Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud melarang membunuh katak. Seandainya katak boleh dimakan, tentu beliau tidak melarang membunuhnya.
Kedua, mazhab Maliki: boleh memakan katak dan hewan-hewan sejenis yang disebutkan di atas, sebab tidak ada nash yang mengharamkannya.
Ketiga, mazhab Hambali, yang memerinci: setiap hewan laut yang hidup di darat tidak halal dimakan jika tidak disembelih (misalnya: burung air, kura-kura, dan anjing laut),.
Kecuali yang tidak berdarah (misalnya: kepiting) maka ia boleh dimakan-menurut riwayat dari Ahmad-tanpa disembelih karena ia adalah hewan laut yang hidup di darat dan tidak punya darah yang mengalir.
Berbeda bukumnya dengan hewan yang punya darah yang mengalir (misalnya: burung) tidak boleh dimakan jika tidak dlsembelih. Pendapat yang paling shahih dalam mazhab Hambali adalah kepiting tidak halal dimakan kecuali dengan disembelih.
Katak tidak boleh dimakan, karena-sebagaimana diriwayatkan oleh Nasa’i, Nabi Saw melarang membunuhnya, dan itu menunjukkan keharamannya. Buaya juga tidak boleh dimakan. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)