Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Golongan yang Tidak Mendapat Keampunan Allah SWT pada Bulan Ramadhan

Alfailmu.com - Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci, rahmat berlimpah dari Ilahi, di mana di dalamnya mengandung rahmah (rahmat), maghfirah (keampunan), dan 'itqum minan nar (merdeka dari api neraka). 

4 Golongan yang Tidak Mendapat Keampunan Allah SWT pada Bulan Ramadhan
                                                                                                    

4 Golongan yang Tidak Mendapat Keampunan dari Allah SWT pada Bulan Ramadhan

Sebagai bulan penuh ampunan, ternyata ada juga beberapa golongan-golongan yang tidak ampuni dalam bulan ramadhan. Abati Muzakkir, seorang ulama muda dari Simpang Mamplam, Bireun, dalam satu tausiah singkatnya, menyebutkan bahwa ada tiga golongan manusia yang tidak mendapat keampunan dari Allah SWT, sekalipun pada malam lailatul qadar. Siapa saja? Berikut kurang lebih isi ceramah beliau.


1. Pemabuk (minum arak)

Yang pertama, yang tidak diampuni oleh Allah SWT dalam bulan puasa, sekalipun pada malam lailatul qadar adalah orang yang selalu minum arak. Iya memang sekarang arak tidak ada lagi, di mana kita bisa perah anggur lagi? Tidak ada lagi, terus apa juga?

Termasuk bagian dari 'minum arak' ialah sabu-sabu dan ganja. Nah itu bila mereka terus terus-menerus dalam minum arak dan tidak bertaubat, maka tidak akan dimaafkan oleh Allah ta'ala.

2. Orang yang selalu melakukan zina 

Yang kedua adalah orang yang berkekalan dengan zina. Orang yang selalu melakukan perbuatan zina, baik di bulan ramadhan atau bukan, ia tidak mau bertaubat. Maka ia tidak akan diampuni oleh Allah SWT sekalipun dalam bulan Ramadhan.

3. Orang yang memutuskan silaturrahmi

Yang ketiga, orang yang tidak dimaafkan oleh Allah SWT dalam bulan puasa ialah orang yang memutuskan silaturrahmi, saling memutuskan tali persaudaraan.

Disebutkan dalam satu kitab, pada suatu hari Fir’un bertemu dengan Iblis. Berkata Fir’un kepada Iblis,
"Wahai Iblis, ketika aku lihat yang paling jahat di dunia ini, itu hanya kamu".

Kemudian, Iblis menjadi kesal karena dianggap yang paling jahat, karena menurut Iblis, Fir’un lah yang lebih jahat, dan mengapa menuduh orang lain. Iblis pun berkata ,
"Hai Fir’un, jangan tuduh yang aneh-aneh untukku, saya ini telah lahir jauh sebelum kamu, saya tahu segala perkara yang halus-halus, namun, aku tidak berani mengaku diri sebagai tuhan. Tetapi kamu wahai Fir’un berani mengaku diri sebagai tuhan, nah siapa yang lebih jahat di antara kita?".

Maka terkejutlah Fir’un dan berkata,
"Owh, iya, betul, saya lupa, ternyata saya lebih jahat".
Terus Fir’un berkata,
"Kalau begitu, wahai iblis, sesama jahat, maka kita tidak perlu bertengkar".

Berdasarkan kisah di atas, Abati Muzakkir melanjutkan, biasanya orang jahat yang ada di kampung itu tidak saling ribut sesama orang jahat. Lihat saja, bahwa orang yang rusak-rusak, mereka tidak akan bertengkar sesamanya. Mereka hanya bertengkah dengan orang yang baik, mirip seperti Iblis dan Fir’un. Mereka tidak bertengkar, bahkan, mereka bermusyawarah untuk jangan bertengkar dengan sesama kelompok yang jahat.

Beliau (Abati) melanjutkan kisah tadi dengan kata Fir'un kepada Iblis,
"Sebelumnya kamu sebutkan bahwa kamu tahu segala perkara yang halus-halus, tidak dapat dipungkiri bahwa kita berdua memang sudah jahat, nah sekarang aku bertanya kepadamu, jikalau kalau kamu bilang aku nomor dua dan kamu nomor tiga, terus, nomor satunya, siapa? Jangan-jangan nomor satu saja belum ada yang tahu". Kata Fir’un kepada Iblis.

Iblis pun menjawab,
"Wahai Fir’un kita berdua ini tidak begitu jahat, orang yang lebih jahat dari kita adalah umat Nabi Muhammad yang saling mendendam dengan sesama, itu terlebih jahat ketimbang kita".
Terkejutlah Fir’un,
"Berarti saya nomor dua ya? Terus mereka nomor satu", sahut Fir'un keheranan.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa umat Nabi Muhammad SAW yang saling mendendam dengan sesama, mereka itu lebih jahat dibandingkan dengan Fir’un. Makanya jika ada di kampung yang masih saling mendendam, maka ranking saudara sekalian di atas Fir’un. Oleh karena itu, jangan saling mendendam lagi, tutup Abati dari kisah tadi.

4. Anak yang durhaka kepada orang tua

Yang terakhir, yang ketiga, orang yang tidak dimaafkan oleh Allah ta’ala dalam Bulan Ramadhan ialah orang yang durhaka kepada orang tua. Orang yang durhaka kepada orang tua, mereka tidak dimaafkan oleh Allah SWT. Karena, bila tiada rida orang tua, maka jangan berharap mendapat surga.

Terus bagaimana? Pulang, jumpai orang tua dan minta maaf!, menangis di hadapan orang tua. Karena tidak seberapa pengorbanan kita kepada orang tua ketimbang pengorbanan mereka untuk kita waktu kecil. Lantas, bagaimana juga? Minta maaf kepada orang tua, jangan menunggu sampai datang lebaran. Bahkan, disebutkan bila masih durhaka dengan orang tua, sungguh tidak akan diampuni oleh Allah SWT sekalipun dalam bulan puasa.

Oleh karena itu, sebagai orang tua supaya ada kebaikan pada anak-anak, antar mereka ke tempat pendidikan agama. Kalau kita memperkayakan anak-anak sekarang, kita sekolahkan mereka hingga berhasil. Anak menjadi pebisnis, mereka tidak akan membalas sebagaimana yang kita lakukan waktu mereka kecil.

Kita bangun untuk mereka rumah yang besar untuk anak-anak. Kadang-kadang harganya mencapai hingga ratusan juta, tatkala kita menjadi tua, dibiarkan kita tidur di kamar belakang. Terus, di depan siapa yang tidur? Dia bersama istrinya. (Abati Muzakkir, S.Hi)