Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ilmu yang Wajib Dipelajari dalam Islam - (Bagian 2)

Alfailmu.com - Tulisan ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul Ilmu yang Wajib Dipelajari. Maka, langsung saja, selain "ilmu hal", yaitu ilmu yang dibutuhkan setiap waktu, ada pula ilmu yang diperlukan sewaktu-waktu (kadang-kadang). Seperti ilmu tentang shalat jenazah dan pengobatan, maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah.

ilmu yang wajib dipelajari - (bagian 2)

Artinya, jika ada sebagian orang saja yang telah mempelajarinya, maka hilang kewajiban bagi yang lain, sebaliknya bila tidak ada yang mempelajarinya, maka akan berdosa semua orang di wilayah tersebut.

Oleh karena itu, seorang imam (pemimpin) berkewajiban untuk memerintahkan sebagian masyarakatnya untuk mempelajari ilmu tersebut. Bahkan bila tidak ada yang mau, sebagai seorang imam boleh memaksa mereka.

Ulama terdahulu mengumpamakan ilmu yang selalu diperlukan setiap waktu oleh setiap orang sebagai makanan, dalam artian harus selalu ada dan semua orang membutuhkannya. Sedangkan ilmu yang dibutuhkan sewaktu-waktu diumpamakan sebagai obat, yang dibutuhkan pada sebagian waktu saja. 

Kemudian, termasuk juga ilmu yang dipelajari sebagian manusia adalah ilmu nujum (perbintangan). Maka hukum mempelajarinya dengan tujuan pengobatan ialah haram. Alasannya karena membahayakan iman, tidak bermanfaat, lari dari ketetapan dan takdir Allah SWT, serta hal tersebut tidaklah mungkin.

Namun, meskipun dilarang belajar ilmu nujum sebagaimana yang tersebut di atas, namun dibolehkan mempelajarinya sebatas agar dapat menentukan arah kiblat dan waktu-waktu shalat. Karena sifatnya yang penting bagi kemaslahatan Umat Islam.

Sedangkan mempelajari ilmu kedokteran hukumnya dibolehkan karena menjadi bagian dari pengobatan. Bahkan Nabi Muhammad Saw juga melakukan pengobatan. 

Telah diriwayatkan dari Imam As-Syafi'i rahimallahu ta'ala, beliau berkata:
العلم علمان علم الفقه للأديان وعلم الطب للأبدان
Artinya: "Ilmu itu ada dua macam; ilmu fiqh untuk agama dan ilmu pengobatan untuk badan, sedangkan selainnya merupakan pelengkap majelis saja." 

Syeikh Zarnuji melanjutkan dengan menyebut keagungan ilmu fiqh, di mana ilmu tersebut dapat mengetahui hal-hal yang paling halus dari ilmu. Sebagaimana kata Abu Hanifah rahimallahu ta'ala 'alaihi:

"Ilmu fiqh itu dapat mengetahui apa saja yang bermanfaat dan mudharat bagi jiwa." Beliau juga berkata bahwa, "Ilmu untuk diamalkan, sedangkan beramal ialah meninggalkan yang segera (dunia) menuju yang abadi (akhirat)."

Maka sudah seharusnya manusia agar tidak melupakan terhadap apa saja yang dapat memberikan manfaat dan mudharat bagi dirinya baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, semestinya manusia mengerjakan apa saja yang bermanfaat dan menjauhi yang membahayakan.

Hal ini supaya di kemudian hari akal dan ilmunya tidak menjadi saksi atas kemudharatan yang pernah dilakukannya, sehingga Allah Ta'ala menambah siksa mereka di akhirat. Kami berlindung kepada Allah SWT dari kemarahan dan siksa-Nya. 

Kesimpulannya, bahwa setiap muslim hendaknya selalu menyibukkan dirinya setiap waktu dengan mengingat Allah SWT, berdoa, tadharru' (rendah diri), membaca Al-Qur'an, juga bersedekah, dimana sedekah tersebut dapat menolak bala (musibah).

Juga meminta kepada Allah SWT agar diberikan keampunan, dan senantiasa terjaga dari segala musibah dan penyakit. Maka siapa saja yang berdoa kepada Allah SWT akan dikabulkan. Bilapun musibah sudah ditakdirkan, pasti tidak ada satu jalan pun untuk menghindar, tetapi Allah SWT memberikan mereka kesabaran dengan sebab barakahnya doa. Wallahua'lam bis-shawab

Sumber:
Syeikh az-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'allim, (Surabaya: Al-Haramain Jaya, t.th), h. 8-9.