Makalah: Peradaban Islam Masa Rasulullah Periode Mekkah

Daftar Isi

Makalah tentang Sejarah Peradaban Islam Masa Rasulullah SAW Periode Mekkah

BAB I PENDAHULUAN
Makalah: Peradaban Islam Masa Rasulullah Periode Mekkah
Foto: fineartamerica.com

A. Latar Belakang
Alfailmu.com - Ketika Nabi Muhammad SAW lahir, Mekkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di Negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Dengan adanya ka’bah di tengah kota, Mekkah menjadi pusat keagamaan Arab, dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat Arab.

Keadaan kaum Quraisy ketika itu sangatlah kacau, baik dari segi sosial, kebudayaan, maupun kepercayaan.  Segala bentuk kezaliman dan kemungkaran merupakan kejadian sehari-hari. Riba, zina, minuman keras, dan berbagai perbuatan mungkar lainnya adalah hal yang lazim bagi mereka. Dalam agama suku Quraisy telah menyimpang jauh dari ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, hanya beberapa saja dari mereka yang masih bertahan untuk tidak menyembah patung berhala.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal kenabian dan dakwah Rasulullah di Mekkah?
2. Apa saja hasil dakwah Rasulullah SAW ketika di Mekkah?
3. Apa saja kendala dakwah Rasulullah SAW di Mekkah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui awal kenabian dan dakwah Rasulullah di Mekkah.
1. Untuk mengetahui hasil dakwah Rasulullah SAW ketika di Mekkah.
2. Untuk mengetahui kendala dakwah Rasulullah SAW ketika di Mekkah.

BAB II PEMBAHASAN

A. Masa Awal Kenabian
Rasulullah Saw lebih mengutamakan hidup mengasingkan diri dan dan terbiasa memprioritaskan waktu untuk beribadah, sehingga beliau selalu pergi menjauhkan diri dari keramaian ke Gua Hira. Di sanalah beliau banyak meluangkan waktu untuk bersemedi dan merenungkan keajaiban-keajaiban alam raya, serta memikirkan kebangkitan, hisab, surga, dan neraka. Rasulullah selalu melakukan ini sampai akhirnya turun wahyu, awal mula dari wahyu yang tampak adalah berupa mimpi yang benar, beliau sesuatu dalam mimpinya itu melainkan hal itu bagai fajar terbit di waktu subuh.

Peristiwa tersebut terus menerus terjadi pada Rasulullah Saw selam enam bulan sampai usianya 40 tahun, maka sesudah itu barulah turun wahyu tepatnya pada malam senin pada tanggal 17 ramadhan yang langsung disampaikan oleh Jibril, yaitu Surah Al-‘Alaq ayat 1-5.[1]

Setelah wahyu yang pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad SAW menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang kedua yang membawa perintah kepadanya, yang berbunyi : “Hai orang-orang yang berselimut, bangun dan berilah ingatan, hendaklah engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi dengan bermaksud memperoleh balasan yang lebih banyak, dan untuk memenuhi  perintah tuhanmu maka bersabarlah”. (Q.S Al Mudastsir: 1-7) [2]

Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah, pertama-tama beliau melakukannya secara rahasia di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya. Orang yang pertama sekali menerima seruan nabi ialah istrinya yaitu Siti Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib, kemudian Abu Bakar, lalu Zaid bin Harisah, dan Ummu Aiman.[3]

Sangat lumrah jika Rasulullah SAW menempatkan islam pada awal mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau karena beliau sudah kenal baik dan merekapun mengenal beliau dengan baik. Setelah itu banyak orang yang masuk islam, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga nama Islam menyebar di seluruh Mekkah dan banyak yang membicarakannya, pada saat itu dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan.

Setelah tiga tahun dakwah dilakukan secara diam-diam dan perorangan, selanjutnya Rasulullah SAW menerima wahyu yang mengharuskan beliau untuk berdakwah secara terbuka, wahyu pertama yang turun dalam masalah ini adalah firman Allah Swt: ”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”. (Q.S As Syu’ara: 214). Selanjutnya turunlah ayat : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan  kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”. (Q.S Al Hijr: 94) [4]

Setelah turunnya perintah tersebut, Rasulullah Saw bangkit dan menyerang khurafat dan kebohongan syirik, menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki nilai, ketidakberdayaan berhala-berhala itu beliau gambarkan dengan beberapa perumpamaan disertai dengan penjelasan-penjelasan bahwa siapa yang menyembah berhala dan menjadikannya sebagai wisalah antara dirinya dan Allah, berada dalam kesesatan yang nyata.[5]

B. Kemajuan Dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah
Rasulullah SAW berdakwah di Mekkah pada mulanya secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun.[6] Beliau memulai dakwahnya hanya kepada keluarga dan sahabat-sahabat terdekat saja,[7] baru setelah itu atas wahyu Allah beliau berdakwah secara terang-terangan.

Sejarah membuktikan begitu banyak hasil dan kemajuan yang dicapai Rasulullah ketika berdakwah di Mekkah, diantaranya yang paling terlihat adalah semakin banyaknya orang masuk islam baik dari dalam maupun dari luar kota Mekkah. Perkembangan besar juga terlihat setelah peristiwa Israa dan Mi’raj dimana sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Mekkah dan masuk islam secara bergelombang.[8] Para Sejarawan islam juga mencatat beberapa kemajuan penting dalam dakwah Rasulullah, diantaranya :

1. Dalam Bidang Akidah
Masyarakat Jahiliyyah ketika itu meyakini adanya banyak tuhan (politeisme). Kemudian berkat perjuangan Rasulullah SAW, mereka mentauhidkan Allah dan mengimani adanya Allah dzat yang Maha Esa.

2. Dalam Bidang Hukum
Sebelumnya bangsa Jahiliyyah sama sekali tidak mengenal hukum. Yang kuat menindas yang lemah, maka dengan perjuangan Rasulullah, mereka menjadi masyarakat yang taat dan patuh kepada hukum.

3. Dalam Bidang Akhlak (Moral)
Masyarakat Jahiliyyah pada saat itu adalah masyarakat yang biadab, masyarakat yang sama sekali tidak menghormati kaum dhu’afa, gemar berjudi, minum khamar, dan berzina. Namun, dengan berkat perjuangan Rasulullah SAW, mereka menjadi orang-orang yang berakhlak. Dengan demikian, perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah ini sangat signifikan dan sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.[9]

Pada periode Mekkah, Rasulullah juga mampu membangun persatuan dan persaudaraan sesama muslim dan non-muslim. Beliau juga sempat membangun satu mesjid sebagai pusat dakwah islam ketika itu.[10]

C. Berbagai Kendala Dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah
Orang-orang musyrik Mekkah terus berusaha untuk menghadang dakwah Rasulullah SAW dengan berbagai cara, mereka memeras pikirannya untuk menghentikan dakwah Rasulullah. Diantara beberapa tingkah laku mereka terhadap kaum muslimin di Mekkah, ialah:
  1. Ejekan, penghinaan olok-olok, dan penertawaan, mereka melemparkan berbagai tuduhan yang lucu dan ejekan semenanya terhadap Nabi Saw, mereka menyebut beliau sebagai orang gila/sinting.
  2. Mengejek-ejek ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran nabi  dan diri Nabi SAW, mereka tiada henti melakukannya dan tidak memberi kesempatan kepada setiap orang yang menelaah dakwah beliau.
  3. Melawan Al-Qur’an dengan dongeng-dongeng orang terdahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu agar mereka meninggalkan Al-Qur’an.
  4. Menyodorkan beberapa bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu mereka berusaha untuk mempertemukan islam dengan Jahiliyyah dan di tengah jalanan.
Orang-orang musyrik menerapkan cara-cara tersebut sedikit demi sedikit untuk menghentikan dakwah Nabi SAW sejak permulaan tahun keempat dari kenabian, mereka tidak henti-hentinya mengganggu beliau, menyiksa orang-orang yang masuk Islam, dan menghadangnya dengan berbagai siasat dan cara.

Adapun diantara orang-orang yang selalu menghadang dakwah Nabi dan menyakiti orang yang masuk islam ialah Abu Lahab beserta istrinya, Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Al-Walidin bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abu Mu’ith, ‘Ubay bin Khalaf, Al-Akhlas bin Syariq At-Tsaqafi, Ibnu Mush’ab bin ‘Umair, dan lain-lain. Seperti, apabila Abu Jahal mendengar seseorang masuk islam, maka dia memperingatkan, menakut-nakuti, menjanjikan sejumlah uang dan kedudukan jika orang tersebut dari golongan terpandang. Namun, apabila orang tersebut adalah orang yang awam dan lemah maka dia akan melancarkan pukulan dan siksaan yang kejam. Dan berbagai siksaan yang lain yang menyakiti, bahkan ada dari kalangan orang yang baru masuk islam meninggal setelahnya.

Gangguan dan siksaan-siksaan seperti ini membuat Nabi Muhammad SAW prihatin dan khawatir. Namun, beliau tetap yakin dan tegar dalam berdakwah, karena beliau memiliki kepribadian yang tidak ada duanya, berwibawa, dan dihormati setiap orang. Disamping itu, beliau masih mendapat perlindungan dari Abu Thalib orang yang paling disegani dan dihormati di Mekkah ketika itu.[11] 

BAB III PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan, diantaranya, adalah :
  1. Sebelum masa kenabian, Rasulullah selalu menyendiri dan di Gua Hira. Setelah menerima wahyu pertama barulah beliau mulai berdakwah secara diam-diam dan setelah itu mulailah Rasulullah berdakwah secara terang-terangan di Mekkah.
  2. Ada beberapa kemajuan yang dicapai Rasulullah ketika dakwah di Mekkah, diantaranya adalah semakin bertambah banyak orang yang masuk islam, memperbaiki dan meluruskan berbagai aspek kehidupan,  membangun mesjid, serta mempererat persaudaraan dan persatuan.
  3. Berbagai rintangan dan masalah-masalah tak luput menghalangi dakwah Rasulullah Saw, seperti ejekan, penghinaan, olok-olok, penertawaan, penyiksaan, berbagai ancaman dan penawaran, dll.
B.  Saran
Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan landasan kajian ilmu, maka kepada para pembaca agar melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevansi kajian ilmu yang akurat. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian, terima kasih.


Referensi:
  1. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 145
  2. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT. Raja GrafgindonPersada, 2014), h. 19
  3. Badri Yatim, Sejarah Peradaban . . . , h, 19
  4. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1997), h. 78
  5. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah . . . , h. 78
  6. Muhammad Husain Haikal, Sejarah hidup Nabi Muhammad. Cet. 32, (Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2006), h. 84
  7. Ustadz Umar Abdul Jabbar, Khulasah Nurul Yaqin. Jild. 1, (Surabaya: Maktabah), h. 19
  8. Badri Yatim, Sejarah Peradaban . . . , h. 24
  9. muhaiminah10.blogspot.com/2013/09/sejarah-kebudayaan-islam-keberhasilan.html?m=1
  10. Badri Yatim, Sejarah Peradaban . . . , h. 25
  11. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah . . . , h. 80-81