Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah: Sumber Pendidikan Menurut Wahyu dan Pendidikan Untuk Semua

Sumber Pendidikan Menurut Wahyu dan Pendidikan Untuk Semua

BAB I PENDAHULUAN

Sumber Pendidikan Menurut Wahyu Untuk Semua
Gambar: huseinmuhammad.net

A. Latar Belakang

Alfailmu.com - Dalam  pendidikan manusia tidaklah langsung bisa menangkap apa itu pendidikan yang sebenarnya tapi masih membutuhkan banyak sistem, teori, dan berbagai banyak macam sarana penting lainnya dalam menuntaskan makna pendidikan dalam kehidupan.

Dalam berbagai pendidikan yang ada pastilah mempunyai kurikulum tersendiri untuk bisa mengetahui rancangan seperti apa pendidikan yang akan di ajarkan dalam pendidikan itu sendiri.  Dan untuk mempermudah rancangan itu terlebih dahulu kita mengetahui apa itu sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua. 
  

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua?
2. Apa-apa saja sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui  yang dimaksud dengan sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua dan untuk mengetahui Apa-apa saja sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua.

BAB II PEMBAHASAN

Memaparkan Sumber Pendidikan Menurut Wahyu dan Pendidikan Untuk Semua. Sumber pendidikan menurut wahyu terdiri dari beberapa sumber yaitu : (1)

A. Wahyu (Al-Quran dan Hadits)

Sumber pengetahuan yang disebut “wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan. Karena wahyu merupakan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (nabi dan rasul). Menurut Arkoun, tidak ada terjemahan istilah wahyu ke dalam bahasa lain, karena dia berpendapat tidak ada  kata yang tepat dalam bahasa manapun untuk menerjemahkan kata wahyu tersebut.

Dalam hal ini, wahyu terbagi menjadi dua. Pertama adalah Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah firman Allah berupa wahyu yang di sampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Dalam Al-Qur'an terdiri dari dua prinsip besar yaitu yg berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah dan yang berhubungan dengan amal disebut syariah.

Kedua adalah hadits. Hadist adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang di maksud dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang di ketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Hadist merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an.

Menurut Arkoun, hadits merupakan bentuk penafsiran Nabi sebagai penerima wahyu terhadap Al-Qur'an untuk melakukan kontekstualisasi makna wahyu yang di terima agar bisa di pahami dan diaplikasikan kepada masyarakat. Hadits juga sama dengan Al-Qur'an, berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspek untuk membina umat menjadi manusia yang utuh atau muslim yang bertakwa.

B. Akal

Rasio (akal), adalah pemikiran menurut akal sehat, akal budi atau nalar. Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan. 

Rasio itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Dan manusia yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.

Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.

Namun demikian, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata. Sehingga proses memperoleh pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.

Maka dengan demikian, seperti yang telah disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia ditentukan seberapa banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempurnaan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Isra’: 

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَاَمْدَدْنَاكُمْ بِاَمْوَلِ وَبَنِيْنَ وَجَعَلْنَاكُمْ اَكْثَرَ نَفِيْرًا 
Artinya: “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (QS. Al Is’ra: 6)

وَاللهُ اَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ اُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا, وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْئِدَةُ, لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S. An Nahl: 78)

قُلْ هُوَ الَّذِىْ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ واَلْاَبْصَارَ وَالْاَفْئِدَةَ, قَلِيْلًا مَا تَشْكُرُوْنَ.
Artinya: “Katakanlah, Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur”. (Q.S. Al Mulk: 23)

Leibintz adalah seorang Jerman yang pada usia 17 tahun telah menjadi sarjana. Ia menjadi duta tetapi tidak meninggalkan  ilmu pasti dan filsafat. Teorinya menyatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi dari monade, tidak ada hubungannya dengan luar dan tidak mempunyai hubungan apapun.

Oleh karena itu pengetahuan tidak berpangkal dari luar diri kita, tetapi berpangkal pada diri kita sendiri, akal. Leibintz mengemukakan doktrine of innete idea (innete = di bawa sejak lahir). Gagasan inilah yang membawa kita kepada pengetahuan. Pikiran didapat dari diri kita sendiri, dibawa sejak lahir. Misalnya bujur sangkar tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat dipikirkan. Jadi bujur sangkar ada pada diri kita, dari gagasan atau idea. (2)

Descrates sebagai bapak rasionalisme kontinental, berusaha menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan yang darinya dengan memakai metode deduktif dapat disimpulkan semua pengetahuan kita. Ia yakin bahwa kebenaran yang semacam itu ada dan bahwa kebenaran-kebenaran tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan lagi.

Secara demikian akal budi dipahamkan sebagai (1) sejenis perantara khusus yang dengan perantara tersebut dapat dikenal kebenaran, dan sebagai (2) suatu teknik eduktif yang degan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran: artinya dengan melakukan penalaran.

Teori-teori pengetahuan acap kali gugur, karena sulit diterima akal. Para ilmuwan boleh memberikan konsep tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi konsep mereka harus bisa diterima oleh akal sehat manusia.

Karena rasio memberikan pertimbangan dan sekaligus pengujian aling awal terhadap segala konsep untuk memperoleh pengetahuan. Pertimbangan dan pengujian rasio terhadap konsep epistemologi tersebut berfungsi menentukan dan memperlancar  pengakuan terhadap konsep tersebut, apakah konsep tersebut bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, atau ditolak sebagai kesalahan.

Walaupun sedemikian penting posisi akal dalam menentukan suatu konsep kebenaran, namun cukup banyak pula kekurangannya. Kartanegara memaparkan bahwa, sebenarnya ada beberapa kelemahan akal antara lain:

  • Akal tidak mampu menembus  atau menjangkau secara utuh pengalaman-pengalaman yang bersifat eksistensial yaitu pengalaman yang secara langsung kita rasakan , dan bukan seperti yang kita konsepsikan,
  • Akal cenderung memahami sesuatu secara general dan homogen sehingga tidak mampu mengerti keunikan sebuah momen atau atau ruang sebagaimana yang di alami seseorang,
  • Akal tidak mampu memahami objek secara langsung  karena akal hanya berada pada dunia kata-kata dan simbol dan tidak pernah secara langsung menyentuhnya.

C. Panca Indera

Empirisme (panca indera) berasal dari bahasa yunani  empeirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini  manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengalaman yang di maksud dalam pengetahuan ini adalah pengalaman yang bersifat inderawi.

Dapat disimpulkan maksud dari empirisme adalah, bahwa pada mulanya manusia itu kosong dari pengetahuan, kemudian kehidupannya sehari-hari menjadi pengalaman yang mengisi jiwanya sehingga manusia tersebut memiliki pengetahuan. Hal ini sesuai dengan  firman Allah dalam Surat As-Sajadah ayat 9:

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيْهِ مِنْ رُوْحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْئِدَةَ, قَلِيْلًا مَا تَشْكُرُوْنَ.
Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (Q.S. Al-Mulk: 9)

Sebagai contoh, manusia bisa mengatakan kalau es rasanya dingin setelah mereka (manusia) menyentuhnya. Tanpa menyentuhnya, manusia tidak bisa mengatakan kalau  es itu dingin. Manusia juga mengatakan kalau gula itu manis karena mereka (manusia) telah mencicipinya.

Kelemahan aliran ini cukup banyak, diantaranya ialah indra adalah indera sangat terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil tapi belum tentu benda yang jauh itu benar-benar kecil. Sebagai contoh, bintang di langit terlihat kecil,namun sebenarnya bintang itu adalah besar. Hal ini terjadi karena keterbatasan indera.

Contoh lain adalah pada orang yang sakit malaria. Menurutnya gula pahit rasanya, udara panas dirasakan dingin. Pada fatamorgana manusia melihat objek yang sebenarnya objek itu tidak seperti apa yang mereka lihat. Indera, dalam hal ini mata tidak mampu melihat objek secara keseluruhan. Mata ketika melihat objek dari depan, maka pengetahuan yang ada adalah bahwa bentuk objek itu seperti yang dilihatnya.

D. Intuitif (Hati)

Banyak kalangan yang menyebut intuitif dapat menjadi sumber pengetahuan. Henri Bergson adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah.

Sumber pengetahuan intuitif  ini adalah sumber pengetahuan yang bersandar pada hati. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah:

يُؤْتِيْ الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءَ, وَمَنْ يُؤْتِ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا, وَمَا يَذْكُرُ اِلَّا اُوْلُواالْاَبَابِ.
Artinya: “Allah menganugerahkan Al Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al Baqarah: 269)

Metode intuitif ini di gunakan untuk melawan metode epistemologi barat yang menggunakan akal untuk mendapatkan pengetahuan dan kebenaran. Ada pandangan  yang berbareng dengan hal ini, yaitu bahwa pemahaman yang berakar pada logika dan analisis kritis, empiris dan rasionalis bukanlah yang di butuhkan.

Dengan menyadari keterbatasan akal pada pemaparan di atas, Bergson  mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil pemahaman yang tertinggi.

Malcolm Gladwell, seperti yang di sunting oleh Nuroini Soyomukti, beliau berpendapat bahwa “intuisi adalah kekuatan bawah sadar yang menyerap banyak banyak sekali informasi dan data dari indra dan dengan tepat membentuk situasi, memecahkan masalah, dan seterusnya, tanpa adanya pikiran formal yang kaku dan mengatur”.

Kartanegara memaparkan beberapa kelebihan intuisi atau hati sebagaimana berikut:

  • hati mampu memahami wilayah kehidupan emosional manusia yang bersifat eksistensial,
  • hati mampu menangkap keunikan-keunikan setiap peristiwa yang dialami manusia,
  • hati mempunyai kemampuan untuk mengenal objeknya secara langsung (direct experiment) (3)

BAB III  PENUTUP


A. Kesimpulan

Sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.

Dengan kata lain sumber pendidikan menurut wahyu dan pendidikan untuk semua adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi (akhirat).

B. Saran

Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan landasan kajian ilmu, maka kepada para pembaca agar melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevansi kajian ilmu yang valid. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian, terima kasih. 

Sumber Referensi:

  1. Syamsul Nizar, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputar Press, 2002.
  2. www.google.com/ ilmu pendidikan islam, 2014.
  3. Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2010.