Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Niat Puasa Ramadhan

Alfailmu.com - Di antara fardhu (wajib/rukun) puasa adalah niat. Hal ini serupa dengan ibadah-ibadah yang lain di mana dimulai dengan niat. Nah, walau terdengar sederhana, dalam niat puasa ramadhan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

4 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Niat Puasa Ramadhan

Syeikh Zainuddin 'Abdul 'Aziz al-Malibary menerangkan bahwa niat puasa harus diposisikan di dalam hati (sama dengan seluruh ibadah yang lain). Sedangkan melafalkan niat bukanlah syarat, tetapi sunnah dilakukan dengan tujuan untuk membantu mempermudah niat di dalam hati.

Beliau juga menegaskan dalam konteks niat puasa bahwa makan sahur saja belum cukup dianggap  sebagai niat. Sekalipun sahur tersebut dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan berpuasa. Artinya selama belum tergores di dalam hatinya prinsip 'puasa' dengan sifat-sifatnya seperti yang harus  dinyatakan dalam niat berpuasa, maka tidak sah sebagai niat.

Untuk itu bagi kita semua yang berkewajiban berpuasa untuk memahami niat dan prakteknya dengan benar. Seterusnya, berikut 4 hal yang perlu diperhatikan dalam niat Puasa Ramadhan.

1. Niat Puasa Ramadhan harus setiap hari

Dalam mazhab kita Imam Syafi'i niat puasa ramadhan mesti dilakukan setiap malam. Karenanya seseorang yang berniat puasa untuk satu bulan penuh pada malam pertama ramadhan itu belum  mencukupi untuk selain untuk hari pertama saja.

Setidaknya pendapat ini lah yang populer dan dipilih oleh kebanyakan ulama dalam mazhab Syafi'i. Walaupun nanti ada pendapat lain yang membolehkan sekali niat untuk puasa satu bulan, seperti taqlid (mengikuti) Imam Malik. Namun, di sini kita harus mempelajari lagi bagaimana cara mengikuti niat puasa pada Mazhab Malik tersebut.

Oleh karena itu, Ibnu Hajar Al-Haitami menganjurkan bagi setiap kita untuk tetap berniat untuk seluruh ramadhan pada malam pertama. Tujuannya bila nanti ia lupa niat, puasanya tetap sah bila ia taqlid kepada Imam Malik.

Ini harus diperjelas bahwa keberhasilan puasa yang lupa niat sebagaimana yang disebutkan di atas adalah bagi orang yang taqlid kepada Imam Malik. Bila tidak, maka puasanya tidak sah dan ia dianggap mencampurkan ibadah yang fasid menurut kehendaknya sendiri. 

2. Membaca niat puasa pada malam hari

Membaca niat pada malam hari ini untuk puasa fardhu, ramadhan. Begitu juga hal yang sama berlaku pada puasa nadzar, kaffarah, dan istisqa' karena semua puasa ini sudah menjadi fardhu. Dalam puasa fardhu ada perintah "tabyit", yaitu menjatuhkan niat pada malam hari antara maghrib hingga terbit fajar (waktu subuh), sekalipun puasa yang dilakukan oleh anak Mumayyiz.

Ibnu Hajar Al-Haitami menambahkan bila seseorang merasa ragu apakah niatnya terletak sebelum fajar terbit atau sesudahnya, maka puasanya dianggap tidak sah. Karena besar kemungkinan bahwa niatnya itu tidak terjadi di malam hari.

Lain halnya dengan orang yang telah berniat puasa, lalu ia merasa ragu-ragu apakah fajar telah terbit atau belum, karena dasarnya fajar pasti terbit, maka puasa terhitung dan niat puasanya sah.

3. Menentukan jenis puasa yang dikerjakan

Dalam niat disyaratkan pula "Ta'yin" (menentukan) puasa fardhu mana yang diniatkan, misalnya Ramadhan atau Nadzar atau Kaffarah, dengan cara setiap malam berniat bahwa besok akan melakukan salah satu puasa tersebut. Oleh karena itu, belumlah mencukupi bila orang berniat 'puasa fardhu' saja, tetapi mesti diiringi dengan jenis fardhu apa yang dikerjakan.

Meskipun demikian, bagi orang yang melakukan kewajiban qadha Puasa Ramadhan dua kali atau Nadzar atau Kiffarah dari berbagai sebab, maka tidak disyaratkan Ta'yin, karena kewajiban-kewajiban di sini adalah satu jenis.

Sehingga dengan adanya Ta'yin yang disyaratkan pada puasa fardhu, maka tidak menjadi syarat pada puasa sunnah. Karenanya, puasa sunnah sekalipun yang ditentukan waktunya, tetap sah niatnya dilakukan tanpa Ta'yin sebagaimana hukum yang telah dipedomani oleh banyak ulama.

4. Berniat dengan lafal yang benar

Niat yang telah mencukupi, artinya minimal sah adalah "Saya niat  berpuasa ramadhan", sekalipun tanpa menyebutkan "fardhu". Ini menurut pendapat yang mu'tamad (kuat), yang telah dishahihkan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu' dan menjadi pendapat yang diikuti kebanyakan Ulama.

Karena itu pula, niat tetap sah tanpa menyebutkan lafal "" (besok hari) sebagaimana yang telah disebutkan oleh dua Guru kita Ibnu Hajar dan Ar-Rafi'i. Karena lafal 'besok hari' itu dalam lafal niat yang sudah masyhur tersebut merupakan tafsir (penjelasan) dari Ta'yin, bukan Ta'yin.

Dengan begitu lafal 'besok hari' tidak wajib dinyatakan secara khusus, tetapi justru telah tercakup makna-nya  dalam niat puasa di mana disebut bulannya. Karena dengan menyebut Ramadhan berarti telah Ta'yin. Namun, menurut Syeikh Al-Muzjid wajib menyebutkan lafal 'besok hari' secara khusus.

Sedangkan niat puasa yang paling sempurna dan telah disepakati adalah:

"Saya niat berpuasa besok hari sebagai memenuhi kefardluan bulan Ramadhan tahun ini karena Allah.

Kata “Ramadhan” dibaca Jarr dengan tanda Kasrah karena menjadi mudhaf kepada kata yang berikutnya.

Nah, itulah 4 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Niat Puasa Ramadhan, yaitu niat puasa harus setiap hari, wajib dibaca pada malam hari, menentukan jenis puasa yang dikerjakan dan berniat dengan lafal yang benar, Wallahua'lam. Semoga bermanfaat ()