Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wukuf di Arafah dan Tata Cara Pelaksanaanya

Alfailmu.com - Wukuf merupakan satu dari rukun haji dan juga yang membedakan antara rukun haji dan rukun umrah. Inilah yang membuat spesialnya ibadah haji di mana pada ibadah umrah tidak ada rukun wukuf di Arafah.

Wukuf ini juga menjadi simbol rukun dari ibadah Haji itu sendiri. Sebagaimana hadis Nabi Saw: “Rukun itu wukuf di Arafah, barang siapa yang berhaji di malam berkumpul sebelum terbit fajar, maka sungguh ia telah mendapatkan haji.” 

Lantas, kapan waktunya wukuf di arafah dan bagaimana tata cara pelaksanaannya? Berikut penjelasan lebih lanjut!

Waktu wukuf

Waktu wukuf dimulai dari zawal (tergelincir matahari) pada hari Arafah, yaitu tanggal 9 Zulhijjah. Dalam satu pendapat disebutkan bahwa waktu wukuf dimulai setelah berlalunya masa mungkin mengerjakan sholat dhuhur dari zawal.

Sementara dalam pendapat Shahih waktu wukuf tetap ada hingga terbitnya fajar di hari Nahar (hari Raya Idul Adha), yaitu tanggal 10 Zulhijjah. Pendapat ini dikuati dalil hadis yang diriwayatkan oleh empat pengarang kitab Sunan: “Rukun Haji itu wukuf di Arafah. Siapa yang berhaji di malam berkumpul sebelum terbit fajar, maka sungguh dia mendapati Haji.”

Sementara pendapat lain menyebutkan wukuf tidak sarnpai pada waktu itu, melainkan waktu keluar dengan Ghurub (terbenam matahari). Ada juga ulama yang berpendapat bahwa wuktu wukuf tetap ada dengan syarat telah dilakukan Ihram pada malah hari Nahar. 

Maksud malam berkumpul adalah malamnya mabit di muzdalifah. Andaikan wukuf di waktu siang, lalu meninggalkan Arafah sebelum Ghurub dan tidak kembali lagi, maka meski mendapati wukuf, sunah menyembelih dam. Tujuannya ialah untuk memelihara dari  perbedaan pendapat dari ulama yang mewajib-kannya.

Jika kembali ke Arafah, kemudian sampai disana saat ghurub , maka tidak ada dam yang diperintahkan. Demikian juga bila kembali pada waktu malam, menurut pendapat Ashah.

Tata cara pelaksanaan wukuf di Arafah

Dasarnya untuk memenuhi kewajiban sahnya wukuf sebagai salah satu rukun haji adalah cukup dengan hadirya muhrim (orang berihram) pada sebagian dari tanah Arafah. Nabi Saw bersabda: “Aku wukuf disini, tetapi seluruh Arafah adalah tempat wukuf .” (HR. Imam Muslim)

Meskipun sedemikian sederhana, juga tidak menafikan bahwa ada langkah-langkah manasik yang harus diperhatikan seseorang sebagai tata cara pelakasanaan wukuf di Arafah dengan baik dan benar, yaitu:

1. Pertama, disunahkan bagi Imam atau orang yang ditugasi mengatur tatkala telah keluar bersama para orang yang berhaji untuk berkhutbah di Makkah pada tanggal 7 Dzulhijjah setelah salat zuhur dengan satu khutbah, yang di dalamnya memerintahkan berangkat pagi ke Mina dan mengajari mereka ritual manasik di depan mereka dan dilanjutkan dengan khutbah kedua.

2. Kemudian, esoknya (8 Dzulhijjah) Imam keluar bersama jamaah menuju Mina dan bermalam di sana. Ketika matahari telah terbenam di Tanah Arafat, maka mereka menuju (tidak masuk) ke arafah, melainkan para jamaah menetap di Namirah dekat Arafah, hingga matahari tergelincir.

3. Imam berkhutbah dengan dua khutbah setelah Zawal, karena mengikuti sunnah Nabi dalam seluruh hal itu. Khatib (Imam) menjelaskan kepada mereka di khutbah pertama tentang manasik yang akan mereka hadapi hingga khutbah hari Nahar. Dan memotivasi mereka untuk memperbanyak doa dan tahlil di Mauqif. Sebaiknya Imam mempercepat khutbah itu.

4. Setelah selesai khutbah pertama, Imam duduk kira-kira surat al-Ikhlas. Lalu berdiri untuk khutbah kedua. Lalu muadzin mengumandangkan azan dan mempercepatnya sekira Imam selesai dari khutbah bersamaan selesainya muadzin, menurut satu pendapat.

5. Setelahnya, para jamaah menjama’ salat Zuhur dan Ashar sekalian. Sebagaimana Nabi Saw bersama orang-orang melakukan salat dzuhur dan ashar dengan dijamak. Jamak sholat itu adalah jamak karena Safar. Menurut satu pendapat: karena Manasik. Para musafir hendaknya juga mengqashar dua sholat itu.

6. Terakhir, Imam atau orang yang ditugasinya beserta para jamaah haji mulai melakukan wukuf setelah dua salat itu di Arafah hingga Ghurub (terbenamnya matahari). Karena mengikuti sunah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Dua salat jamak, Zuhur dan Ashar tersebut dan juga khutbah dikerjakan di Namirah, dalam satu pendapat dikerjakan di Masjid Ibrahim. Bagian depannya masuk tanah Aranah dan bagian belakang masuk Arafah. Kedua tanah itu dibedakan oleh beberapa batu besar yang terhampar di sana. Imam Al Baghawi mengatakan: “Depannya adalah tempat khutbah dan salat.”

Di sana, Imam dan para jamaah haji dianjurkan untuk berzikir kepada Allah Taala, berdoa pada-Nya dan memperbanyak tahlil. At-Tirmidzi meriwayatkan hadis. “Lebih baiknya doa adalah doa pada hari Arafah. Dan lebih baiknya zikir yang aku ucapkan dan para Nabi sebelumku, yaitu …:

اَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

Imam Al Baihaqi menambahkan:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي سَمْعِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، اللَّهُمَّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي


Ya Allah, taruhkanlah cahaya di hatiku, cahaya di pendengaranku dan cahaya di penglihatanku. Ya Allah lapangkan hatiku dan mudahkan urusanku

Ketika matahari telah tenggelam, lalu para jamaah menuju Muzdalifah dengan mengakhirkan Salat Maghrib untuk dilaksanakan bersama Isya dengan dijamak di sana. Dengan tujuan ikut pada sunah yang diriwayatkan oleh As Syaikhani (Bukhari-Muslim). Jamak ini adalah karena sebab musafir. Wallahua’lam Bisshawab

 Sumber:

Ust. H. Nailul Huda & Ust. M. Habibi, Terjemah Al-Mahalli, disunting.