Hikmah Qishash berdasarkan Surah Al-Baqarah ayat 178
Alfailmu.com - Hikmah qishash: ia membantu menyediakan kehidupan yang tenteram bagi masyarakat, membuat jera si pembunuh dan orang-orang sepertinya, mencegah kelaliman, dan mengurangi terjadinya pembunuhan,.
Sebab orang yang tahu bahwa kalau dia membunuh orang lain maka ia akan dibunuh pula, tentu ia akan batal membunuh, dan dengan begitu ia berarti telah mempertahankan dua kehidupan, kehidupan si pembunuh sendiri dan kehidupan si terbunuh.
Di samping itu qishash juga mencegah terjadinya kekacauan, pelampauan batas, dan kezaliman dalam pembunuhan, membatasi kejahatan dalam ruang lingkup sesempit mungkin.
Qishash juga bermaksud mengobati kejengkelan hati wali si terbunuh, memadamkan api kemarahannya, dan menumpas dari dirinya api kejahatan, kedengkian, dan pikiran untuk membalas dendam.
Ibnu Katsir berkata: Makna firman Allah ini: Dalam pensyariatan qishash (yaitu membunuh si pembunuh) terkandung hikmah yang besar bagi kalian, yaitu mempertahankan dan memelihara nyawa.
Sebab kalau pembunuh tahu bahwa ia akan dibunuh, pasti ia akan menahan diri dari perbuatannya, dan hal itu berarti hidupnya beberapa jiwa.
Yang menghargai hak hidup yang sakral dan memahami rahasia pensyariatan qishash serta maslahat umum dan khusus yang direalisasikannya hanyalah orang-orang yang berakal.
Maka dari itu mereka barus memahami hikmah dan rahasia-rahasia hukum-hukum syariat. Kalau orang-orang yang berakal sudah memahami bahwa qishash merupakan sarana untuk menjaga kehidupan dan mereka memperingatkan manusia agar tidak melakukan pembunuhan, tentu mereka tidak akan melakukan pembunuhan dan akan selamat dari hukuman qishash.
Jadi, yang dimaksud dengan “تَتَّقُوْنَ” di sini adalah menghindari pembunuhan, sehingga kalian selamat dari qishash, sebab orang yang berakal pasti ingin hidup dan menjaga diri agar tidak terkena hukuman qishash.
Para pakar ilmu balaaghah (kecuali sebagian kecil di antara mereka, akibat kebodohannya dan dorongan hawa nafsunya) sepakat bahwa ungkapan “وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ” lebih tinggi nilai balaaghahnya, lebih fasih, lebih ringkas, dan lebih mengena pada maksud daripada ucapan orang-orang Arab yang fasih.
Kata al-qatlu anfaa lil-qatli (pembunuhan adalah cara paling ampuh untuk meniadakan pembunuhan), karena setiap qishash mengandung penjagaan jiwa, sedangkan pembunuhan terkadang terjadi secara sewenang-wenang sehingga malah berakibat timbulnya pembunuhan lagi.
Pembunuhan tidak akan meniadakan pembunuhan kecuali jika dilakukan secara adil. Adapun hukuman qishash selalu adil, karena hakim tidak akan mengeluarkan vonis qishash kecuali setelah tersedia bukti-bukti kuat atas kesalahan sipembunuh, dan pada hakikatnya inilah yang meniadakan pembunuhan.
Ayat Al-Qur’an menyatakan bahwa qishash menjadi sebab hidupnya jamaah/masyarakat, karena qishash ini berlandaskan kesetaraan, keadilan, dan persamaan. Dan hukuman ini, bila dijatuhkan pada orangnya yang pantas menerima, adalah keadilan semata-mata.
Adapun peribahasa Arab di atas, yang dikenal di zaman Jahiliyah dulu, menjadikan pembunuhan sebagai sebab hidupnya masyarakat, padahal pembunuhan tidak berakibat timbulnya kehidupan, di samping itu kalimat ini mengandung pengulangan kata “pembunuhan”, sedangkan ayat Al-Qur’an tidak berisi pengulangan kata.
Peribahasa Arab ini bisa diperbaiki begini: “Pembunuhan dengan cara qishash adalah cara paling ampuh untuk meniadakan pembunuhan secara sewenang-wenang”.
Kesimpulan: Ayat ini lebih khusus, sedangkan lahiriah peribahasa di atas mustahil, yaitu pembunuhan adalah sebab bagi tiadanya pembunuhan.
Adapun qishash adalah sebab adanya kehidupan, dan bahwa pembunuhan secara zalim adalah pembunuhan, bukan pencegah terjadinya pembunuhan, bahkan justru ia akan memancing terjadinya pembunuhan lagi. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)