Al-Ihshaar pada Haji dan Umrah: Pengertian dan Penyebabnya
Kata Al-Ihshar disebutkan dalam firman Allah: “فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ”, “...Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat” (QS. Al-Baqarah: 196)
Dalam ayat tersebut al-Ihshar diartikan sebagai halangan.
Pengertian al-Ihshar
Al-Ihshar dalam ibadah Haji dan Umrah adalah keadaan di mana kaum muslimin sedang terhalang dari menunaikan ibadah haji atau umrah secara sempurna disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak terduga sebelumnya.
Nah, sebagaimana ynag ditengkan dalam ayat di atas, bila seseorang berihram lalu mendapat halangan (karena musuh, sakit, atau faktor lainnya) sehingga tidak dapat menyempurnakan manasik, kalian bila ingin bertahalul wajib menyembelih hewan kurban yang mudah didapat, yaitu unta, sapi, atau kambing.
Kalau orang yang mengalami halangan ini tidak mendapatkan hewan kurban, hendaknya ia memperkirakan harganya lalu uangnya ia pakai membeli makanan kemudian menyedekahkannya.
Kalau ia tidak punya uang hendaknya ia berpuasa sehari untuk setiap mudd makanan itu. Keadaan ihshaar bisa terjadi dalam haji dan bisa pula dalam umrah, sebab halangan bisa saja terjadi pada keduanya dengan tingkat kemungkinan yang sama.
Sebab-Sebab Ihshar
Para fuqaha berbeda pendapat tentang sebab-sebab ihshaar. Menurut mazhab Hanafi, ia meliputi semua halangan untuk memasuki Makkah setelah ihram, baik berupa sakit, musuh, terpenjara, atau lainnya, karena Allah Ta’ala menggantungkan hukum ini dengan ihshaar secara mutlak yaitu al-habs (tertahan), dan ini sifatnya umum, meliputi semua faktor tersebut.
Sedangkan mazhab Syafi’i dan Maliki berpendapat bahwa makna ihshaar adalah terhalang oleh musuh. Pendapat ini didasarkan atas riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Alasan lainnya, karena arti al-hashr adalah al-man’ (penghalangan), dan dalam penghalangan mesti ada si penghalang yang mampu untuk menghalang-halangi, dan itu terwujud pada musuh, bukan penyakit.
Alasan selanjutnya, karena kata al-amn dalam firman-Nya (Arab) hanya dipakai tentang takut kepada musuh, bukan tentang sakit.
Adapun orang yang terhalang oleh sakit untuk meneruskan manasiknya, ia tidak bisa bertahalul (keluar dari kondisi ihramnya) kecuali dengan berthawaf di Ka’bah, meskipun ia harus menunggu bertahun-tahun hingga ia sembuh.
Yang lebih kuat adalah pendapat pertama karena al-amn (keamanan) itu umum, tidak terbatas pada keamanan dari musuh. Juga karena “penghalang” artinya segala sesuatu yang menghalangi kita untuk mengerjakan sesuatu.
Sementara sakit termasuk penghalang yang membuat kita tidak dapat meneruskan perjalanan dan menyempurnakan amalan-amalan yang diperintahkan dalam manasik.
Juga pengkhususan sebagian individu kata yang umum dengan suatu hukum dalam ayat “فَاِذَآ اَمِنْتُمْ” tidak mengkhususkan kata yang umum yang dipahami dari ayat “فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ”. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)