Hukum Membunuh Orang Merdeka

Hukum Membunuh Orang Merdeka yang Membunuh Budak

Para fuqaha berbeda pendapat dalam dua masalah: membunuh orang merdeka yang membunuh budak, dan membunuh orang Islam yang membunuh orang kafir dzimmi. Jumhur mensyaratkan kesepadanan antara si pembunuh dan si terbunuh dalam hal keislaman dan kemerdekaan.

Jadi, orang Islam tidak dibunuh gara-gara ia membunuh orang kafir, dan orang merdeka tidak dibunuh gara-gara ia membunuh budak. Sedangkan mazhab Hanafi tidak mensyaratkan kesepadanan dalam hal kemerdekaan dan agama; tapi cukup adanya kesepadanan atau kesamaan dalam hal kemanusiaan.

Jadi, orang Islam dibunuh bila ia membunuh orang kafir, dan orang merdeka dibunuh jika ia membunuh budak. Jumhur berargumen dengan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab Sunan (kecuali Nasa’i) dari Abdullah bin Amr:

لا يقتل مسلم بكافر

Artinya: “Seorang muslim tidak dibunuh lantaran ia membunuh orang kafir.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dari Ali. Jumhur juga berargumen dengan sabda Nabi Saw tentang hamba sahaya, yang diriwayatkan oleh Daraquthni dan Baihaqi dari Ibnu Abbas:

لا يقتل حر بعيد

Artinya: “Orang merdeka tidak dibunuh lantaran ia membunuh budak.”

Sedangkan mazhab Hanafi berargumen dengan keumuman ayat-ayat qishash yang tidak membedakan antara satu jiwa dan jiwa lainnya, misalnya firman Allah Ta’ala:

.. Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh..” (QS. al-Baqarah: 178)

Dan firman-Nya, “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa..” (QS. al-Maaidah: 45)

Menurut mazhab Hanafi, yang dimaksud dengan firman-Nya “اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ” setelah firman-Nya “كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ” adalah sebagai bantahan atas apa yang dulu dilakukan sebagian suku.

Mereka di mana hanya bersedia membunuh orang merdeka sebagai balasan budak mereka yang dibunuh, hanya mau membunuh laki-laki untuk balasan perempuan mereka yang dibunuh.

Jadi, firman ini menghapus kezaliman yang ada itu, dan menegaskan kewajiban qishash atas si pembunuh sendiri, bukan orang lain.

Dengan demikian, ayat ini tidak mengandung dalil bahwa orang merdeka tidak dibunuh lantaran ia membunuh budak, atau bahwa laki-laki tidak dibunuh bila ia membunuh perempuan.

Karena Allah mewajibkan membunuh si pembunuh dengan bagian awal ayat: “كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ” dan ini mencakup semua pembunuh, baik ia orang merdeka yang membunuh budak atau lainnya, baik ia orang Islam yang membunuh orang kafir dzimmi atau lainnya.

Kemudian datang ayat “اَلْحُرُّ بِالْحُرّ” untuk menjelaskan dan menegaskan apa yang telah disebutkan terdahulu.

Sedangkan jumhur berkata: Pertama-tama Allah mewajibkan persamaan dalam qishash, kemudian Dia menjelaskan bentuk persamaan yang diperhitungkan.

Allah Swt menerangkan bahwa orang merdeka sama dengan orang merdeka, budak sama dengan budak, dan wanita sama dengan wanita, kemudian ada ijmak yang berlandaskan kepada As-Sunnah bahwa laki-laki dibunuh lantaran membunuh wanita.

Jadi, pondasi argumentasi mereka terletak pada kata “الْقِصَاصُ” yang mewajibkan persamaan dan kesetaraan dalam pembunuhan, sedangkan pondasi argumentasi mazhab Hanafi terletak pada kata “الْقَتْلٰىۗ” yang mewajibkan pembatasan qishash pada si pembunuh, tidak merembet kepada orang lainnya. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)