Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pola dan Syarat Pengembangan Paragraf

Makalah Bahasa Indonesia Tentang Pola dan Syarat Pengembangan Paragraf

BAB I PENDAHULUAN

Pola dan Syarat Pengembangan Paragraf
  Foto: gurupendidikan.co.id

A. Latar Belakang

Alfailmu.com - Dalam sebuah karangan ilmiah tidak mungkin baik bila paragraf-paragraf penyusunnya tidak baik. Sama halnya dengan paragraf, tidak mungkin menjadi paragraf yang baik bila kalimat-kalimat penyusunnya juga tidak baik. Demikian juga dengan kalimat, tidak mungkin diperoleh kalimat yang baik bila kata-kata penyusunnya tidak tepat dan tidak sesuai. berkaitan dengan paragraf.

Selama ini dalam membuat suatu paragraf sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Disini kita di tuntut agar mampu membuat suatu paragraf dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidahnya. Berikut ini kami akan membahas syarat, pola dan teknik pengembangan paragraf yang baik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa syarat-syarat paragraf yang baik?
2. Bagaimana pola pengembangan topik?
3. Bagaimana cara membatasi topik karangan?
4. Bagaimana susunan kerangka karangan yang baik?

C. Tujuan Penulisan 
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam membuat suatu paragraf, mengetahui pola pengembangan topik paragraf, cara membatasi topik karangan, dan untuk mengetahui susunan kerangka karangan yang baik. Jadi dengan penulisan makalah ini kita dapat berlatih dalam membuat suatu paragraf yang baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam suatu paragraf.

BAB II PEMBAHASAN

A. Syarat-Syarat Paragraf

Sebuah paragraf yang baik dan efektif harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya kesatuan dan kepaduan.

1. Kesatuan (Kohesi)

Sebuah paragraf dianggap mempunyai kesatuan jika kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut bersama-sama menyatakan suatu hal atau tema tertentu.

2. Kepaduan (Koherensi)

Sebuah paragraf dianggap perlu jika semua kalimat yang membangun sebuah paragraf saling berhubungan dan kompak antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya yang membentuk paragraf itu. [1]

Sedangkan paragraf yang baik menurut Widjono (2007: 180) harus memenuhi syarat kesatuan, kepaduan, ketuntasan, keruntutan, dan konsistensi penggunaan sudut pandang.

1. Kesatuan Paragraf (Kesatuan Pikiran)

Untuk menjamin adanya kesatuan paragraf, setiap paragraf hanya berisi satu pikiran. Paragraf dapat berupa beberapa kalimat . Akan tetapi, seluruhnya harus merupakan kesatuan, tidak satu kalimat pun yang sumbang, yang tidak mendukung kesatuan paragraf. Jika terdapat kalimat yang sumbang, maka paragraf akan rusak kesatuannya.

Untuk mengenali apakah suatu paragraf memiliki kesatuan gagasan atau tidak dapat dilakukan dengan cara mengamati, apakah semua kalimat dalam paragraf saling berhubungan dengan gagasan atau ide pokok paragraf atau tidak.

Jika kalimat-kalimat dalam suatu paragraf saling berkaitan, berhubungan, dan saling mendukung dalam pemaparan ide pokok paragraf, maka paragraf dapat dikatakan memiliki kesatuan gagasan. Jika dalam suatu paragraf tidak ada saling keterkaitan, tidak berhubungan dengan ide pemaparan dari ide pokok, maka paragraf tersebut tidak memiliki kesatuan gagasan. [2]

Contoh paragraf tanpa kesatuan pikiran :
1) Kebebasan berekspresi berdampak pada pengembangan kreativitas baru.

2) Beberapa siswa tingkat SD sampai dengan SMU/SMK berhasil menjuarai Olimpiade fisika dan matematika.

3) Walaupun kebutuhan ekonomi masyarakat relatif rendah, beberapa siswa berhasil memenangkan kejuaraan dunia dalam lomba tersebut. 4) Kreativitas baru tersebut membanggakan kita semua. [3]

Contoh paragraf dengan kesatuan pikiran :
1) Kebebasan berekpresi berdampak pada pengembangan kreativitas baru.

2) Dengan kebebasan ini, para guru dapat dengan leluasa mengajar siswanya sesuai dengan basis kompetensi siswa dan lingkungannya.

3) Kondisi kebebasan tersebut menjadikan pembelajaran berlangsung secra alami, penuh gaiarah, dan siswa termotivasi untuk berkembang.

4) Siswa belajar dalam suasana gembira, aktif, kreatif, dan produktif.

5) Dampak kebebasan ini, setiap saat siswa dapat melakukan berbagai eksperimen dengan menyinergikan bahan ajar di sekolah dan lingkungannya. 6) Kreativitasnya menjadi tidak terbendung. [4]

2. Kepaduan

Paragraf dinyatakan padu jika dibangun dengan kalimat-kalimat yang berhubungan logis. hubungan kalimat tersebut menghasilkan paragraf menjadi satu padu, utuh, dan kommpak. Kepaduan ini dapat dibangun melalui repetisi (pengulangan) kata kunci atau sinonim, kata ganti, kata transisi, dan bentuk paralel.

a) Pengulangan Kata Kunci
Semua kalimat dalam paragraf dihubungkan dengan kata kunci atau sinonimnya agar menjadi padu, utuh, dan kompak.
Contoh:
Indonesia rasanya belum mengedepankan budaya malu. Budaya malu yang di maksud  adalah . . . . . . . 

b) Kata Ganti
Kepaduan dapat dijalin dengan kata ganti, pronominal atau padanan sebuah kata yang telah disebutkan pada kalimat pertama dapat disebutkan kembali pada kalimat berikutnya dengan kata gantinya.
Contoh:
Perekonomian Indonesia mengalami carut marut. Hal ini terbukti dengan melambungnya harga-harga sembako. Hal ini dipicu oleh . . . . . . . . . 

c) Kata Transisi
Kata transisi, yakni kata penghubung, konjungsi, perangkai yang menyatakan adanya hubungan antar kalimat. Kata transisi digunakan berdasarkan fungsi makna yang dihubungkan. Penulisan kata transisi harus diikuti dengan tanda koma. Kata transisi menyatakan hubungan sebagai berikut: 
Sebab, akibat:  sebab, karena, akibatnya, maka, oleh karena itu, oleh sebab itu, dampaknya
Presiden SBY menghentikan sejenak pidatonya dan memarahi peserta sidang Lemhanas. Sebab, peserta Lemhanas . . . . . . . . . . 

Hasil, akibat:  akibatnya, hasilnya, dampaknya, akhirnya, jadi, sehingga
Penderita TBC itu selalu tidak tepat minum obat. Akibatnya, penyakit yang diderita bertambah parah.
Pertentangan: tetapi, namun, dampaknya, akhirnya, jadi, sehingga, daripada itu, kecuali itu, meskipun demikian, walaupun demikian
Gus Dur (Alm) pernah mengatakan bahwa DPR seperti TK. Hal ini karena pada saat sidang banyak yang celemotan berinisiatif untuk interupsi yang tidak signitif. Meskipun demikian, tidak semua anggota DPR . . . . . . . . . .  

Waktu: ketika
Oleh temannya, tulisan laskar pelangi dicuri dan diterbitkan. Ketika menulis . . . . . 
Syarat: jika, jikalau, apabila, kalau
Lirik Gosip Jalanan karya Slank tidak akan heboh dan menimbulkan kontra-produktif, jika para anggota DPR . . . . . . .  .. . . 

Cara: cara demikian, cara ini
KPK mencoba mendekati kelompok Slank di Gang Potlot  untuk bersilaturrahmi. Cara demikian sebagai bentuk . . . . . . . . . 
Penegasan: jadi, dengan demikian, jelaslah bahwa
Hal ini beriringan dengan mencairnya agenda keber-islaman ketika harus mamasuki arus utama budaya populer. Jelaslah bahwa penerimaaan terhadap film AAC . . . . . . .  .

Gabungan: dan, serta
Orang yang menengok ke kanan dan ke kiri pada kampus berwarna hijau. Agaknya, orang itu akan mencari kampus UIN Malang.

Urutan: mula-mula, pertama, kedua, akhirnya, proses ini, sesudah itu, selanjutnya
Makmun berikhtiar melamar pada setiap perusahaan dengan ijazah S2-nya, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan. Akhirnya, diterimalah sebagai PNS di UIN Maliki Malang.

d) Struktur Paralel
Struktur paralel atau kesejajaran merupakan bentuk-bentuk sejajar; bentuk kata yang sama, struktur kalimat yang sama, repetisi atau pengulangan bentuk kata (kalimat) yang sama.
Contoh: Sejak 1998, pelaksanaan reformasi hukum belum menunjukkan tanda-tanda yang serius. Menurut Presiden Megawati, pelaksanaan tersebut . . . . . . .  . .

3. Ketuntasan

Ketuntasan atau kesempurnaan dapat diwujudkan dengan berbagai hal, diantaranya

  • Klasifikasi yaitu pengelompokan objek secara lengkap da menyeluruh.
  • Ketuntasan bahasan yaitu kesempurnaan membahas materi menyeluruh dan utuh.
4. Konsistensi Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara penulis menempatkan diri dalam karangannya.
Contoh:
Penulis membatasi bahasan kajian makalah ini hanya seputar Semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sander Pierce.

5. Keruntutan

Keruntutan merupakan penyusunan urutan gagasan dalam karangan. Gagasan demi gagasan disajikan secara runtut bagaikan air mengalir tidak pernah putus. Menulis yang runtut menuntut pengendalian pikiran, emosi, dan kemauan. Untuk itu penulis memerlukan kesabaran, berketelitian tinggi, ketekunan, gigih, membaca dan menulis kembali menjadi naskah yang siap dikonsumsi oleh pembaca.[5]

B. Pola Pengembangan Topik Pengembangan 

Topik berarti pokok pembicaraan atau pokok permasalahan. Topik karangan adalah suatu hal yang akan digarap menjadi karangan. Topik karangan merupakan jawaban atas pertanyaan Masalah apa yang akan ditulis?? Atau Hendak menulis tentang apa??

Jika seseorang hendak mengarang, ia terlebih dahulu harus memilih dan menetapkan topik karangannya. Permasalahan di sekitar kita yang dapat dijadikan topik karangan jumlahnya sangat banyak; putus sekolah, pengangguran, kenaikan harga, keluarga berencana, polusi, kenakalan remaja, dan sebagainya. Ciri khas topik terletak pada permasalahan yang bersifat umum dan belum terurai.[6)] Menurut Widjono pola topik paragraf terbagi dua:

1. Paragraf tanpa Kalimat Topik

Paragraf yang terdiri dari beberapa kalimat kadang-kadang menyajikan pikiran yang setara, tidak ada yang lebih utama dari lainnya. Paragraf ini tidak memiliki pikiran utama dan penjelas.

2. Kalimat Topik Dalam paragraf

Penempatan kalimat topik dalam karangan yang terdiri beberapa paragraf dapat dilakukan secara bervariasi. 

a) Kalimat Topik Pada Awal Kalimat (Deduktif)
Kalimat topik pada awal paragraf pada umumnya berisi pikiran utama yang bersifat umum. Kalimat selanjutnya berisi pikiran penjelas yang bersifat khusus disebut kalimat penjelas. Isi kalimat berupa: penjelas, uraian, analisis, contoh-contoh, keterangan, atau rincian kalimat topik.

b) Kalimat Topik Pada Akhir Paragraf (Induktif)
Paragraf ini menyajikan kasus khusus, contoh, penjelasan, keterangan, atau analisis terlebih dulu. Selanjutnya baru ditutup dengan kalimat topik.

c) Kalaimat Topik Pada Awal dan Akhir Kalimat
Penalaran pada kalimat topik ini integrasi antara deduktif-induktif. Artinya kalimat topik berada pada awal dan akhir paragraf. [7]

d) Kalimat Topik di Tengah Paragraf
Paragraf dengan kalimat topik di tengah paragraf, berarti diawali dengan kalimat penjelas dan diakhiri pula dengan kalimat penjelas. Paragraf ini menggunakan pola penalaran induktif-deduktif.[8]

C. Pembatasan Topik Karangan

Topik adalah segala yang ingin dibahas. Ini berarti, penulis sudah memilih apa yang akan menjadi pokok pembicaraan dalam tulisan tersebut. Menurut Sabarti Akhadiah (1994), ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam memilih topik.
  1. Ada manfaatnya untuk perkembangan ilmu atau profesi.
  2. Cukup menarik untuk dibahas.
  3. Dikenal dengan baik.
  4. Bahannya mudah diperoleh.
  5. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit
Keraf (1979) merumuskan pembatasan topik adalah dengan langkah sebagai berikut: Pertama, tetapkan topik yang ingin dibahas dalam suatu kedudukan sentral. Kedua, ajukanlah pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat diperinci lebih lanjut atau tidak.

Bila dapat, tempatkanlah perincian itu di sekitar lingkaran topik pertama tadi. Ketiga, tetapkanlah yang mana dari perincian tadi yang akan dipilih. Keempat, ajukanlah pertanyaan apakah sektor tadi masih perlu diperinci lebih lanjut atau tidak. Demikian dilakukan berulang sampai diperoleh topik yang sangat khusus. [9]

D. Penyusunan Kerangka Karangan 

Kerangka karangan adalah rencana kerja yang memuat garis besar suatu karangan. Manfaat kerangka karangan adalah sebagai berikut: 
  1. Memudahkan penyusunan karangan.
  2. Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dan tidak pentang.
  3. Menghindari timbulnya pengulangan bahasa.
  4. Membantu pengumpulan data dan sumber-sumber yang diperlukan.[10]
Berdasarkan bentuknya, kerangka karangan dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Kerangka kalimat, merupakan suatu kerangka karangan yang berupa pertanyaan-pertanyaan lengkap, yang perumusannya berupa kalimat berita atau tanya.
2. Kerangka topik, dinyatakan dalam kata atau prase. Kerangka topik sifatnya lebih longgar dan langkah penyusunannya adalah sebagai berikut:
  • Mencatat semua ide. Langkah ini dilakukan setelah penentuan topik/tema 
  • Menyelesaikan ide-ide. Langkah selanjutnya adalah penyeleksian ide yang telah di catat. 
  • Mengurutkan dan pengelompokan ide-ide secara tepat. 
Langkah penyelesaian bertujuan untuk menentukan penetapan ide-ide dengan topik karangan. Namun demikian, langkah itu belum menjamin kelogisan hubungan antara ide-idenya. Untuk itulah diperlukan langkah pengurutan dan pengelompokan.

Syarat-syarat kerangka karangan yang baik adalah sebagai berikut:
  1. Mengungkapkan maksud yang jelas. Jelas-tidaknya perumusan suatu kerangka karangan akan sangat menentukan terhadap langkah pengembangannya. 
  2. Tiap bagian dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan.
  3. Bagian-bagian dalam kerangka karangan harus tersusun secara logis.
  4. Penggunaan simbol yang konsisten. [11]

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil dari makalah di atas adalah sebagai berikut:

  1. Sebuah paragraf yang baik dan efektif harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya kesatuan dan kepaduan.
  2. paragraf yang baik menurut Widjono (2007: 180) harus memenuhi syarat kesatuan, kepaduan, ketuntasan, keruntutan, dan konsistensi penggunan sudut pandang.
  3. Topik berarti pokok pembicaraan atau pokok permasalahan. Jika seseorang hendak mengarang, ia terlebih dahulu harus memilih dan menetapkan topik karangannya.
  4. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam memilih topik, ada manfaatnya untuk perkembangan ilmu atau profesi, cukup menarik untuk dibahas, dikenal dengan baik, bahannya mudah diperoleh, tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
  5. Berdasarkan bentuknya, kerangka karangan dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu: kerangka kalimat, kerangka topik.
  6. Syarat-syarat kerangka karangan yang baik adalah mengungkapkan maksud yang jelas, tiap bagian dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan, bagian-bagian dalam kerangka karangan harus tersusun secara logis, penggunaan simbol yang konsisten.

B. Saran

Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan landasan kajian ilmu, maka kepada para pembaca agar melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevansi kajian ilmu yang valid. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian, terima kasih. 

Daftar Referensi:

  1. Winci Firdaus dan Syahminan, Bahasa Indonesia. Bandung: CV. P&G Kilat Jaya, 2013, h. 120
  2. Susilo Mansuruddin, Mozaik Bahasa Indonesia. Malang: UIN-Maliki Press, 2010, h. 131-132
  3. 3. Widjono Hs, Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Widiasarana Indonesia, 2005, hlm. 167
  4. Widjono Hs, Bahasa Indonesia, h. 168
  5. Susilo Mansuruddin, Mozaik Bahasa . . . , h. 133- 140
  6. Winci Firdaus, dkk, Bahasa Indonesia. Banda Aceh: LDC UIN Ar-Raniry, 2013, h. 99
  7. Susilo Mansuruddin, Mozaik Bahasa . . . , h. 128-130
  8. Widjono Hs, Bahasa Indonesia, h. 166
  9. google.com/pembatasan topik karangan.2014
  10. Kosarih  E, Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya, 2003, h. 93
  11. Winci Firdaus, dkk, Bahasa Indonesia. h. 107