Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hakikat Makna Kusyuk dan Cara Memperolehnya

Alfailmu.com - Sebagai seorang muslim tentu biasa kita mendengar kata “kusyuk”, kusyuk dalam ibadah, begitu juga kusyuk dalam shalat. Lantas, apa maksudnya kusyuk tersebut? Bagaimana cara memperolehnya?

makna kusyuk dan cara memperolehnya

Hakikat Makna Kusyuk dan Cara Memperolehnya

Hakikat makna kusyuk

Untuk mengetahui makna kusyuk, pertama mari perhatikan apa kata Al-Qur’an tentang “kusyuk”. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. ( QS. Al-Hasyr: 21)

Ayat di atas mengartikan “خَٰشِعًا” (khusyuk) sebagai tunduk patuh, lemah, hati merasa patah dan lemah. Dalam versi ayat ini ulama mengartikan kusyuk ialah bentuk nafsu yang tidak memiliki eforia kemenangan, dan kegembiraan. Jadi, nafsu yang stabil serta tidak berlebihan dalam kemenangan dan kegembiraan disebut dengan kusyuk.

Ada ulama pula mengartikan kusyuk dengan "hamidah", sebagaimana firman-Nya:

..... وَتَرَى ٱلْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنۢبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍ

Artinya: ...... Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. Al-Hajj: 5)

Ayat ini memisalkan kusyuk dengan “هَامِدَةً” yang berarti lemah dan kering, di mana ketika tanah kering (lemah), maka Allah turunkan hujan. Kemudian, tumbuhlah pohon-pohon di atas tanah tersebut. Demikian pula hati, ketika rendah maka layak menerima hujan petunjuk. Lantas tumbuh pohon ketaatan dan pengetahuan. Itulah makna kusyuk dalam ayat Al-Qur’an di atas.

Menurut Syeikh Yusri Ruysdi, kusyuk dalam hal ini adalah satu ungkapan kondisi hati yang merasa rendah dan lemah. Sehingga menerima nilai-nilai kebaikan yang akan masuk ke hati. 

Dalam bentuk yang lain, kusyuk juga disebutkan dalam “Bab Akhlak”. Di situ disebutkan bahwa kusyuk dapat melahirkan akhlak-akhlak yang tawadhu’ (rendah diri). Artinya, tidak ada tawadhu’ bagi orang-orang yang tidak khusyuk. 

Oleh karena itu, manusia harus melewati khusyuk terlebih dahulu, agar memperoleh nilai tawadhu’. Karena tawadhu’ adalah kondisi diri yang merasa lemah dan kusyuk juga lemah, yaitu kondisi hati yang lemah.

Dengan begitu, tawadhu’ adalah sifat yang tampak dari luar dan ia merupakan cerminan dari kusyuk. Sehingga perlu adanya kusyuk dulu di dalam hati agar kemudian muncul akhlak-akhlak yang baik dari diri seseorang. Hal penting sekali, karena sabda Nabi ﷺ:

أقربكم مني مجلسني أحسن أخلاق

Artinya: Yang paling dekat tempat duduknya dariku, adalah orang yang akhlak yang paling baik


Cara memperoleh kusyuk

Setelah mengetahui tentang makna kusyuk, maka penting pula untuk kita ketahui bagaimana cara memperoleh kusyuk tersebut. Tentang hal ini, Syeikh Yusri Ruysdi menjelaskan dengan katanya:

“Lemah dalam hati, yang disertai rasa takut atau rasa cinta secara bersamaan, takut pada Allah dan cinta kepadanya, maka engkau akan menjadi kusyuk sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Mukminun. Inilah kusyuk, di mana kusyuk tersebut harus berwujud, agar engkau mendapat keberuntungan.” 

Syeikh membacakan Surat Al-Mukminun ayat 1-2 tadi, yang berbunyi:

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ (1) ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ (2)

Artinya: (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (2) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. (QS. Al-Mukminun: 1-2)

Menurut Syeikh Yusri berdasarkan lanjutan dari surat Al-Mukminun di atas, ada beberapa hal yang mesti dilakukan seorang mukmin agar memperoleh kekusyukan. Nah, berikut beberapa hal yang dapat mendatangkan kusyuk menurut beliau.

1. Berpaling dari hal yang tidak bermanfaat

Menurut Syeikh, kusyuk hanya bisa diperoleh dengan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat, sebagai mana firman Allah Ta’ala:

وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

Artinya: Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS. Al-Mukminun: 3)

Berdasarkan ayat ini dipahami bahwa orang yang kusyuk adalah orang menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat untuk agama.

Dalam Tafsir Mukhtasar dijelaskan bahwa makna berpaling dari “ٱللَّغْو” (sia-sia) adalah menjauhkan diri dari kebatilan, kesia-siaan, dan perbuatan atau perkataan yang mengandung maksiat. Maka seorang mukmin yang mencari nilai kusyuk harus menjauhkan diri dari hal-hal tersebut.

2. Membayar zakat

Tidak hanya itu, seseorang yang menginginkan kusyuk pada seluruh ibadah dan amaliahnya juga harus membayar zakat, sebagaimana lanjutan Al-Mukminun ayat 4, yaitu:

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ

Artinya: Dan orang-orang yang menunaikan zakat. (QS. Al-Mukminun: 4)

Jadi, untuk memperoleh nilai khusyuk maka manusia harus melakukan amal yang memberi manfaat untuk orang lain, seperti membayar zakat. Serta agar zakat diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka seseorang harus memberikan zakat dari rezeki yang halal, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا .... (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasul SAW bersabda, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim).

3. Menjaga kemaluan dan pandangan dari hal yang diharamkan 

Ketiga, orang yang ingin memperoleh nilai kusyuk mesti dengan menjaga kemaluan dan pandangan dari hal yang diharamkan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ

Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. (QS. Al-Mukminun: 5)

Mereka orang-orang yang menjaga kemaluannya dari keharaman, seperti zina, homoseksual, dan perbuatan keji lainnya. Juga dengan menjaga diri dari keharaman dan menahan diri dari perbuatan kemunkaran atau keharaman adalah. Itulah orang yang dimaksudkan dalam ayat.

Kecuali baru dibenarkan pada hal yang halal, yaitu bagi pasangan suami istri dengan nikah yang sah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ 

Artinya: Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mukminun: 6)

Dalam hal menjaga kemaluan ini, Rasulullah ﷺ juga bersabda:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء. )رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang mukmin yang menempuh jalan kusyuk wajib menjaga syahwat yang tidak diperbolehkan, yaitu yang dapat melampaui batas. Alasannya karena Islam tidak membenarkan dan pula Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam lanjutan Surat Al-Mukminun:

فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ 

Artinya: Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 7)

Begitu juga, seorang muslim tidak boleh duduk melihat dan mengamati perkara, seperti melihat aurat dan hal yang haram. Hal ini dapat menyebabkan tertolaknya amal ibadah manusia. 

Oleh karena itu, untuk memperoleh kusyuk harus dengan menjaga kemaluan dan pandangan dari hal yang diharamkan. Bila tidak, maka mereka menjadi orang yang keluar daripada khusyuk dan seterusnya ia keluar dari keberuntungan. 

4. Menjaga amanah

Terakhir, agar mendapat nikmatnya kusyuk, seorang muslim harus menjaga amanah, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ

Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (QS. Al-Mukminun: 8)

Kita harus memelihara amanah-amanah yang telah Allah berikan supaya mendapatkan kekusyukan. Di antaranya adalah amanah tubuh, keluarga, dan harta yang diberikan, maka jangan gunakan amanah-amanah tersebut sebagai perantara untuk durhaka kepada-Nya.

Demikianlah penjelasan Syeikh Yusri Ruysdi terkait dengan hakikat makna kusyuk dan bagaimana cara memperolehnya. Semoga dengan modal kusyuk ini dapat melahirkan akhlak-akhlak baik lainnya, dan semoga dengan akhlak baik tersebut Allah masukkan kita ke dalam surga-Nya, Amin. (syeikh yusri ruysdi, @sanad_media)