Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Badal Haji: Hukum dan Tata Caranya dalam Islam

Badal Haji: Hukum dan Tata Caranya

Badal haji dengan harga yang variatif apakah sama saja? Apakah sama-sama diterima antara misalnya dibadal oleh para kiyai atau orang shaleh atau orang biasa saja? Atau baiknya kepada siapa ornag yang boleh membadalkan haji orang lain?

Jawaban:

Badal haji itu ada, khususnya orang telah meninggal dunia yang sudah wajib haji maka diambilkan dari harta warisnya sebelum dibagi agar digunakan untuk badal haji.

Atau badal haji juga berlaku bagi mereka yang sudah tua renta yang memang secara aturan nggak mungkin berangkat ke ke tanah suci, maka boleh dibadalkan hajinya.

Siapakah yang boleh membadalkan haji?

Yang boleh membadalkan haji pokoknya ya orang Islam tentunya jelas, juga harus orangyang sudah pernah haji. Sementara ornag yang belum pernah Haji tidak boleh membadalkan haji orang lain menurut mazhab kita Imam As-Syafi’i.

Siapa pun orang yang kita mau boleh, asal mereka sudah pernah melakukan ibadah haji. Baik kenal atau tidak kenal, hukumnya sah mereka badalkan, kiyai atau bukan kiyai, sah.

Lantas, apakah pahalanya berbeda? Nah membedakannya adalah niat seseorang saat memberikan uang badal haji. Misalnya kita berikan uang badal kepada para penuntut ilmu di mana mereka sedang membutuhkan, maka yang seeprti itu lebih baik.

Di sini tidak ada perbedaan siapa yang membdalkan haji, baik itu orang awam maupun kiyai sama saja. Yang mereka yang membadalkan haji sesuai dengan tata cara haji, ihram di miqat, wuquf di arafah, melempar jumrah, thawaf ifadhah, sa’i, dan selesai.

Jadi, bicara badal haji itu adalah iabadah badaniyah, sementara urusan hatinya tidak dipersoalkan, yang penting mereka yang membadalkan melakukan rukun zahir. 

Lalu orang membayarkan uang badal lah niatnya bagaimana?

Tidak ada beda dengan membayar mahal biaya badal pada orang yang sudah berpengalaman atau tidak. Atau mungkin memberikan pada orang dengan biaya badal murah dan selebihnya diberikan kepada fakir, miskin, dan yatim, tentu itu lebih bagus. Semuanya kembali kepada niat masing-masing.

Kepada siapa saja boleh kita memintakan untuk membadal haji, misalnya seperti muthawif yang berada di tanh suci semuanya boleh, asalakan dia sudah haji.

Himbauan untuk anak-anak yang orang tuanys sudah meninggal, dan mereka ternyata orang yang kaya dan cukup harta, jangan buru-buru dibagi harta warisnya sebelum dipotong untuk biaya badal haji. Baik dilaksanakan oleha anak-anaknya sendiri, atau dibayarkan kepada orang yang bersedia membdalkannya.

Dan bila menyuruh orang lain untuk mebadalkannya, penting untuk diperhatikan adalah kejujuran orang yang kita mintai untuk badal. Kalau orangnya pendusta tentu tidak boleh, karena akan diikuti oleh perasaaan was-was terus. Walaupun pahalanya sampai, tetapi was-was akan selalu muncul.

Oleh karena itu, menunjuk orang shaleh, santri, para kiyai untuk mebadalkan haji itu untuk alasan kepercayaan. Sementara yang lain sama saja dan siapa saja boleh membadalkan haji asal dia sudah haji. Wallahua’lam