Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menikahi Perempuan Hamil di Luar Nikah dalam Islam

Alfailmu.com - Akhir zaman ini banyak sekali sekali terjadi fenomena maksiat yang beragam, berzina misalnya. Sehingga dari perbuatan haram tersebut banyak muncul wanita-wanita yang hamil di luar nikah. Banyak juga persoalan sesudahnya, ada yang dinikahkan oleh pelaku zina atau dengan orang lain.

hukum menikahi prempuan hamil di luar nikah

Lantas, bagaimana hukumnya menikahi wanita yang hamil di luar nikah? Bagaimana pandangan syariat tentang persoalan tersebut? Gus Baha dalam satu ceramahnya menjelaskan dalam satu ceramahknya terkait dengan persoalan tersebut.

Beliau menjelaskan bahwa di antara yang dihitung Allah SWT sebagai orang yang baik itu “Min dzurriyatin Nuh” (dari keturunan Nabi Nuh). Jadi, untuk pelajaran buat kita, kalau ingin menjadi orang baik itu mesti keturunannya jelas, punya seorang ayah.

Umumnya orang normal itu punya ayah, ayah punya kakek, dan kakek punya saudara. Jangan sampai orang punya ibu tidak punya ayah, ibunya satu ayahnya banyak, itu membingungkan penghulu dan para ulama.

Oleh karena itu, dalam mazhab Imam Syafi’i kalau ada wanita yang hamil, itu normalnya orang hamil tersebut tidak boleh nikah karena wanita tadi sedang membawa janin. Sehingga iddahnya (masa tunggu) orang hamil itu kalau sudah melahirkan, artinya hamil tersebut yang lewat pernikahan yang sah.

Namun, kalau ada perempuan yang hamil dari nikah yang tidak sah itu rata-rata para ulama mengawinkannya, kalau yang mau nikah dinikahkan. Karena kalau hamil di luar nikah itu tidak ada iddahnya. Mengapa? Karena iddah itu disyariatkan untuk nikah yang sah.

Ini penting sekali untuk dijelaskan, karena apabila tidak dinikahkan nanti urusan wanita tadi bisa semakin merepotkan. Misalnya ada orang kecelakaan hamil di luar  nikah dan pelakunya mau tanggung jawab dan menikahinya. Maka dengan demikian status zinanya menjadi berakhir.

Nah, jika kemudian anaknya mereka adalah seorang putri (perempuan) tetap tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya yang sekarang. Karena bapaknya sekarang adalah bapak biologis, bukan bapak yang sesuai syariat bagi anak tersebut. Jadi, jika nanti putrinya baligh (sampai umur) dan hendak dinikahkan maka yang menikahkannya adalah wali hakim.

Setelahnya jika anaknya kembali perempuan maka itu sudah sah dinikahkan oleh bapaknya karena anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Nah, yang demikian itu menurut pandangan Mazhab Syafi’i dan kita mengamalkannya. Bahkan, seluruh Indonesia dan hampir sedunia ikut pendapat tersebut.

Terus ada orang yang kadang mempermasalahkan supaya tidak menikahkannya dulu. Tunggu lahir bayi di luar nikah tadi, kemudian baru dinikahkan. Tentu boleh jikalau mereka tidak zina lagi, terus kalau zina lagi? Kita tidak pernah tahu kelakuan orang selanjutnya bagaimana. Oleh karena itu, bila mereka ingin nikah cukup dinikahkan saja.

Imam Sya’rani dalam Kitab Mizan Kubra, beliau menceritakan pernah kejadian seperti tadi pernah terjadi di masa Nabi Muhammad ﷺ. Lalu Nabi Muhammad mendengar bahwa mereka telah menikah serta beliau berkomentar:

“Baguslah kedua orang tersebut sudah keluar dari tradisi zina ke tradisi  nikah, dari bersetubuh atas nama zina dan sekarang sudah bersetubuh atas nama nikah”. 

Hal di atas menunjukkan bahwa nikah orang yang hamil di luar nikah tersebut hukumnya adalah sah serta tidak perlu menunggu idddah “wadha’ hamil” (melahirkan). Karena iddah wadha’ hamil tersebut untuk nikah yang sah. Jadi, jangan sampai kita salah faham. Wallahua'alam (Gus Baha)