Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menelan Air Ludah Saat Berpuasa, Batalkah?

Air ludah terkadang menjadi masalah sendiri bagi orang yang berpuasa. Kadang orang menjadi ragu antara menelan dan tidak. Alasannya sudah pasti karena minum, termasuk menelan air ludah dalam pemahaman sebagian orang dapat membatalkan puasa.

Hukum Menelan Air Ludah Saat Berpuasa, Batalkah?
Menelan Air Ludah Saat Berpuasa (Ilustrasi/Pixabay.com)

Kita bisa membayangkan betapa sulitnya dalam setiap saat harus membuang ludah, selain bisa mengganggu aktivitas kita, juga dapat mengganggu orang lain pastinya. Ditambah lagi dengan kita melihat hal-hal yang dapat mengundang air liur, seperti melihat makanan dan minuman di siang hari.

Atau barangkali sempat-sempatnya kita melihat video orang makan yang masam, biasanya sering tuh muncul saat bulan. Dipastikan air ludah kita berkumpul banyak dan bisa saja bercucuran, bukan?

Lantas, bagaimana sebenarnya hukum menelan air ludah saat berpuasa? Batalkah atau tidak? Langsung saja simak berikut penjelasan dan penjabarannya yang penulis dari referensi yang terpercaya.

Hukum Menelan Air Ludah Saat Berpuasa, Batalkah?

Syeikh Zainuddin Al-Malibari dalam Kitab Fath al-Mu'in merincikan beberapa hukum menelan air ludah tergantung kondisi dan jenis air liur. Beliau menerangkan bahwa puasa tidak batal sebab menelan ludah yang masih suci murni, ditelan langsung dari sumbernya, yaitu seluruh daerah mulut.

Baca Juga: Hukum Menggunakan Inhaler Bagi Orang Berpuasa? Ini Kata Para Ulama

Ketidakbatalan tersebut menurut Syeikh Zainuddin sekalipun air ludah yang sudah terlebih dahulu dikumpulkan di dalam mulut berdasarkan pendapat yang lebih shahih. Bahkan, bukan hanya air ludah yang muncul sendiri, air ludah yang muncul setelah di rangsang (dengan mengunyah semacam kemenyan Mushtaka, dll) pun tidak membatalkan puasa.

Berbeda dengan air ludah mutannajis (tidak suci), yaitu ludah bernajis yang disebabkan oleh semacam darah gusi, makanya kalau ditelan puasanya menjadi batal. Karena menelan ludah bernajis yang bercampur dengan darah tersebut dianggap memasukkan benda yang lain bukan diri ludah itu sendiri.

Memang ada pengecualiannya dalam ludah bernajis ini, Syeikh Ibnu Hajar Al-Haitami menambahkan:


Jelaslah adanya kemakluman bagi orang yang mengalami penyakit pendarahan gusi, sekira tidak mungkin dapat memisahkan antara ludah dengan darah.

Iya, ada pengecualian bagi mereka yang mengalami penyakit pendarahan gusi serta sukar untuk memisahkan antara ludah dan darah. Jika mereka menelan ludah tersebut tersebut, maka hukumnya tidak membatalkan puasa.

Sebagian para Ulama berkata, "Bila orang yang terkena penyakit tersebut menelannya serta tahu hal  itu terjadi tapi tidak dapat mengatasinya, maka puasanya tetap sah", karena alasan masyaqqah (sukar).

Sebagaimana di atas pengaitannya dengan air ludah yang murni, maka ludah yang bercampur dengan cairan suci lainnya dianggap tidak murni lagi. Sehingga apabila orang berpuasa tidak meludahnya ke luar dan sengaja menelannya tentu dapat membatalkan puasa.

Perubahan warna ludah ini bisa dengan berbagai macam benda suci seperti minuman berwarna merah yang menetap warnanya di mulut, atau rasanya, dan lain-lain. Bahkan, jika susah dipisahkan sekalipun bila ditelan tetap membatalkan puasa. Jadi tidak sama dengan gusi yang berdarah seperti di atas.

Begitu pula kaitan dengan menelan ludah 'dari sumbernya', yaitu kawasan mulut, maka tidak termasuk ludah yang telah keluar dari daerah mulut sekalipun ludahnya masih tetap berada pada lidahnya. Misalnya orang yang menjulurkan lidahnya beserta liur ke luar mulut, yaitu ke daerah bibir luar lalu dijilat kembali dan ditelan, maka batal puasanya.

Baca Juga: Hukum Merayakan Hari Valentine Menurut Islam, Begini Penjelasan Para Ulama!

Lalu, bagaimana dengan sisa makanan di sela-sela gusi yang kemudian ikut tertelan bersama ludah sebagaimana biasanya dan tidak disengaja. Nah, ini juga hukumnya ada penyesuaian, bila sukar dipisahkan ludah dengan sisa-sisa makanan tersebut, maka hukum menelannya tidak membatalkan puasa.

Namun, sebaliknya bila ludah dan sisa-sisa makanan di sela-sela gusi bisa dipisahkan dengan ludah, dan bila tertelan secara sengaja, maka dapat merusak puasanya, yakni puasanya batal.

Karena itu bagi orang berpuasa ada perintah untuk menghilangkan sisa-sisa makanan di sela-sela gusi, baik dengan bersiwak atau dicongkel. Perintah ini baiknya agar dilakukan pada malam hari atau setelah sahur dan sebelum subuh. Karena bila dilakukan di siang hari dapat mengurangi nilai puasa.

Kesimpulannya, menelan air ludah yang masih murni dan dalam ruang mulut hukumnya tidak membatalkan puasa. Sebaliknya air ludah yang sudah bercampur dengan najis, atau benda lain yang suci maka hukumnya membatalkan puasa. Terkecuali bagi orang dengan penyakit gusi berdarah, sukar dipisahkan antara ludah dan darah, maka hukum menelannya pula tidak membatalkan puasa. Semoga bermanfaat ()