Isi Kandungan Fiqih Surah Al-Baqarah 198
Ayat ‘لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ’ menunjukkan bolehnya jamaah haji berdagang pada musim haji sambil menjalani ibadah; dan juga menunjukkan bahwa niat berdagang sambil ibadah tidak tergolong kesyirikan dan tidak mengeluarkan mukalaf dari syarat ikhlas yang diwajibkan atasnya.
Akan tetapi menunaikan haji tanpa berdagang lebih afdhal karena cara demikian lebih jauh dari unsur-unsur duniawi dan membuat hati tidak terganggu dengan urusan-urusan selain haji.
Ayat ‘فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ’ menunjukkan bahwa wukuf diArafah adalah wajib hukumnya, harus dilaksanakan, karena ifadhah (keberangkatan) tidak akan terjadi kecuali setelah wukuf di sana; juga karena Allah mengiringinya dengan perintah untuk berzikir di Masy’aril Haram.
Para ulama berijmak bahwa barangsiapa telah wukuf pada hari Arafah sebelum matahari condong ke barat (waktu zhuhur) kemudian ia berangkat dari Arafah sebelum matahari condong ke barat, maka wukufnya tidak sah.
Mereka berijmak pula atas sempurnanya haji orang yang melakukan wukuf sesudah matahari condong ke barat dan ia berangkat dari Arafah siang hari sebelum malam, kecuali Imam Malih di mana ia berkata: Ia harus mengambil bagian dari malames.
Tidak ada perbedaan pendapat pula bahwa barangsiapa melakukan wukuf di Arafah pada malam hari berarti hajinya sempurna. Alasan jumhur adalah kemutlakan firman Allah Ta’ala: “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah”, yang mana Dia tidak membedakan antara malam dan siang.
Mereka berargumen pula dengan hadis Urwah bin Mudharris, katanya: Aku menemui Nabi Saw tatkala beliau sedang berada di Muzdalifah lalu aku berkata:
“Wahai Rasulullah, saya datang ke sini menemui Anda dari dua gunung Thai’ hingga kendaraan dan diri saya letih. Demi Allah, saya telah berhenti dan wukuf di setiap gunung yang saya lewati. Apakah haji saya sah, wahai Rasulullah?”
Rasulullah Saw menjawab:
“Barangsiapa ikut mengerjakan shalat shubuh bersama kami di Muzdalifah dan sebelum itu ia sudah mendatangi Arafah pada malam maupun siang hari, maka hajinya telah sempurna.”
Sedangkan dalil Imam Malik adalah hadis Jabir yang paniang yang diriwayatkan oleh Muslim, yang di dalamnya disebutkan begini:
“Rasulullah saw terus wukuf hingga matahari terbenam dan warna kuning di langit lenyap sedikit sampai bola matahari benar-benar lenyap.”
Perbuatan-perbuatan Nabi Saw ini menunjukkan wajibnya apa yang beliau kerjakan, apalagi dalam haji; dan beliau pun sudah bersabda: “Pelajarilah manasik kalian dariku.”
Bagi orang yang melakukan wukuf di Arafah pada siang hari saia apakah ada dendanya? Jumhur (selain madzhab Syafi’i) mewajibkan wukuf sampai terbenamnya matahari agar orang yang bersangkutan menggabungkan an- tara malam dan siang dalam wukuf di Arafah, karena Nabi Saw pun melakukan demikian.
Jika ia berangkat dari Arafah sebelum terbenamnya matahari dan ia tidak kembali ke sana, haiinya sah dan sempurna, tapi ia harus membayar dam menurut madzhab Hanafi dan Hambali.
Sedangkan Malik berpendapat bahwa ia harus melakukan haji lagi pada tahun berikutnya serta harus menyembelih hadyu (kurban) pada haii yang mendatang itu, jadi statusnya sama dengan orang yang terlewatkan waktu haii’
Adapun mazhab Syafi’i berpendapat bahwa penggabungan malam dan siang adalah sunnah saja hukumnya, demi mengikuti Sunnah Nabi saw.
Namun, jika orang itu berangkat dari Arafah sebelum matahari terbenam, ia tidak wajib membayar dam meskipun ia tidak kembali ke Arafah pada malam hari. Hal ini didasarkan atas hadis shahih:
من أتى عرفة قبل الفجر ليلا أو نهارا فقد تم حجه
Artinya: “Barangsiapa datang di Arafah sebelum fajar baik pada malam maupun siang hari, maka telah sempurnalah hajinya!”
Yang paling afdhal adalah berwukuf di Arafah dengan berkendaraan bagi orang yang mampu berkendaraan, karena Rasulullah Saw mencontohkan demikian, juga karena wukuf dengan cara demikian akan membuat orang yang bersangkutan lebih khusyuk dalam berdoa.
Kalau tidak mampu berkendaraan, ia boleh wukuf sambil berdiri, dan ia berdoa selama ia mampu. Ia boleh duduk kalau tidak mampu berdiri. Wukuf sambil berdiri menunjukkan pengagungan akan haii. Allah Ta’ala berfirman:
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang’ siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Keumuman ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis yang shahih, lahiriahnya, menunjukkan bahwa Arafah seluruhnya adalah tempat untuk wukuf. Rasulullah Saw pernah bersabda:
ووقفت ها هنا وعرفة كلها موقف
Artinya: “Aku menjalani wukuf di sini, tapi seluruh bagian Arafah adalah tempat untuk melakukan wukuf.”
Keutamaan hari Arafah sangat agung dan pahalanya amat besar. Pada hari itu, Allah menghapus dosa-dosa yang besar dan melipatgandakan pahala amal-amal saleh.
Dalam hadis shahih Rasulullah Saw bersabda:
صوم يوم عرفة يكفر السنة الماضية والباقية
Artinya: “Puasa hari Arafah menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada tahun lalu dan tahun yang akan datang.”
Puasa ini sunnah hukumnya bagi selain jamaah haji. Namun sebagian ulama pernah berpuasa di Arafah pada hari Arafah. Rasulullah saw pernah bersabda pula:
أفضل الدعاء دعاء يوم عرفة وافضل ما قلت أنا والنبيون من قبلي: لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له
Artinya: “Doa yang paling utama adalah doa pada hari Arafah, dan kalimat yang paling utama yang pernah diucapkan olehku dan para nabi sebelurnku adalah ‘Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya’.”
Imam Daraquthni meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ما من يوم أكثر أن يعتق الله فيه عددا من النار من يوم عرفة وإنه ليدنو عز وجل ثم يباهي بهم الملائكة فيقول ما أراد هؤلاء
Artinya: “Jumlah manusia yang dibebaskan Allah dari neraka pada hari Arafah lebih banyak daripada yang dibebaskan-Nya pada hari lainnya, pada hari Arafah Allah mendekat lalu membanggakan mereka (orang-orang yang wukuf di Arafah) kepada para malaikat, dan Dia berfirman,’(pasti Ku-kabulkan) apa pun permohonan mereka.” (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)